Tempat Menyandarkan Mimpi

Table of Contents
Aku tidur nyenyak sekali, siang ini. Langit tak menampakkan terik matahari seperti biasanya, seperti bulan-bulan sebelumnya. Membantuku mengecap mimpi indah yang belakangan jarang hadir dalam tidurku. Aku terbangun membaui aroma parfum yang ku kenal, harum yang mampu membuatku terjaga dari tidur nyenyakku, dari mimpi-mimpi indah dimana aku sejenak berada. Aku membuka mata dan menangkap seulas senyum yang diam-diam memandangiku saat tertidur pulas. Kau sudah ada disampingku rupanya.



Masih dengan kepala yang melekat pada bantal, dan mata yang masih rekat memandangimu, memandangi punggungmu yang sedang duduk dan sibuk mengotak atik tas baru merah jambumu. Kantuk masih menggantung di pelupuk mataku, namun aku tak ingin melewatkan momen ini, kuangkat kepalaku dan bergeser melekatkannya pada bahumu, kau sedikit kaget, aku tersenyum dan melanjutkan tidurku dengan bersandar padamu, tak lagi kurasa detak waktu yang berlalu dan berjalan menjauhiku, tak pula dengus angin dan hujan yang mulai turun. 

Kali ini bukan hanya langit yang membantuku mengecap mimpi indah, namun hangat dan lembut bahumu telah menambah potongan-potongan mimpi indah layaknya mozaik dengan warna yang beragam, menyatu dalam satu bingkai. Jangan bangunkan aku., ucapku dalam hati. 

Dalam tidur perlahan tanganku mencoba menjangkau jemarimu, mengatup tiap celah diantara jari-jarimu. Agar tak ada lagi yang bisa mengisi celah-celah itu selain jemari yang sekarang sedang menggenggamnya erat. Dan kupinta pada langit, lebarkan mendung yang sedang menyelimutimu, agar temaram membuat dia dan aku tinggal dalam satu dekapan mimpi.


*Najib 2013