"Mate Basa" sebuah mitos kutukan dari kampung Lariang Tangnga

Table of Contents
Tim Peneliti LPM Penalaran UNM
Tim Peneliti  LPM Penalaran

Tompobulu, merupakan kecamatan yang menjadi tempat penelitian lembaga kami kali ini. Sebuah mitos yang beredar disalah satu kampung membuat kami tertarik untuk menelitinya, mitos mate basa ( mati bersimbah darah) yang merupakan mitos yang dipercaya ada di kampung lariang tangnga disebabkann adanya utang darah yang harus dibayar oleh leluhur dari penduduk kampung tersebut. Menurut cerita dari narasumber yang kami temui, pendahulu-pendahulu dari kampung tersebut mendapat kutukan mate basa karena membunuh dan memakan daging seekor kuda yang bernama Kallang Lappa' Lappa', kuda yang konon di tunggangi oleh mahluk yang tidak kasat mata. Setiap orang yang memotong dan memakan daging kuda tersebut akan meninggal dengan bersimbah darah, apakah karena kecelakaan, mati melahirkan, ataupun mati dibunuh.

Perjalanan ini dimulai pada tanggal 5 Agustus 2011 dengan agenda penelitian pendahuluan, pada kesempatan itu kami akan mencari data awal terlebih dahulu sebelum menentukan judul apa yang ingin kami angkat dari fenomena mitos tersebut, dan menentukan apa yang menjadi fokus penelitian kami. Perjalanan yang melelahkan karena kami harus menempuh sekitar 120 km dari Makassar ke kecamatan Tompobulu, berpuka puasa di pinggir tebing ditemani sunset jingga yang tersembul malu dibalik bukit merupakan kenangan tersendiri dari perjalan kami ini. Kelurahan malakaji merupakan tempat kami berhenti, di sini kami tinggal di rumah keluarga salah satu peneliti, rencananya kami akan berangkat ke tempat penelitian pada tanggal 6 Agustus 2011 besok.

6 Agustus 2011, kami berangkat ke tempat narasumber kurang lebih pukul 9.00 wita pagi itu. Kami disambut ramah oleh narasumber,  yang merupakan salah satu orang yang di tuakan di kelurahan cikoro. narasumber pertama kami ini bukanlah penduduk kampung lariang Tangnga, akan tetapi mengetahui bagaimana kronologis cerita bagaimana asal muasal kutukan mate basa ini. Dan ternyata setelah berbincang-bincang sebentar dengan narasumber pertama, muncul dua narasumber baru yang juga ingin berbagi informasi mengenai kutukan ini. Wawancarapun dimulai.

Kallang Lappa' Lappa'

Narasumber di wawancarai oleh salah satu tim peneliti
Kuda itu bernama Kallang Lappa' lappa', kuda yang menjadi penyebab dari teror kutukan di kampung Lariang Tangnga. Menurut cerita, kuda ini merupakan kuda yang pemiliknya tidak kasat mata, setiap hari berjalan sendiri dengan memanggul keranjang yang jika keranjangnya berisi awang (sekam padi) ketika berjalan kekota maka ketika pulang keranjang dari kuda tersebut akan berisikan beras, dan jika keranjang kuda tersebut berisikan kanropa (kulit bambu) maka ketika pulang dari kota maka keranjang kuda tersebut akan berisikan ikan kering. Tidak ada yang pernah melihat siapa pemilik dari kuda ini, karena tidak ada yang menemani saat kuda ini berjalan. Merasa bahwa kuda tersebut bukan milik siapa-siapa, suatu ketika penduduk sebuah kampung memutuskan untuk menangkap dan memotong kuda tersebut. ketika kuda tersebut singgah untuk beristirahat beberapa penduduk memotong kepala kuda tersebut, kepalanya kemudian di tanam dan ditimbuni batu yang nanntinya daerah ini dikenal dengan sebutan tambung batua atau dalam bahasa indonesia dapat diartikan sebagai batu yang ditumpuk dan konon kabarnya tanah yang terkena darah dari kuda ini samapai sekarang tidak ada satu tanamanpun yang tumbuh diatasnya. kemudian daging kuda tersebut dibawa pulang oleh penduduk dan dimakan bersama dengan keluarga mereka.

Keesokan harinya penduduk yang memotong kuda tersebut geger, karena kampung mereka diberi batasan menggunakan batu bata, semua yang berada dalam batasan batu bata tersebut merupakan rumah dari para penduduk yang telah membunuh dan memakan daging kallang lappa' lappa', inilah kenapa kampung tersebut kemudian dikenal dengan sebutan lariang tangnga. menurut cerita sejak saat itu penduduk tersebut  dimintai pertanggung jawaban atas perbuatan mereka, mereka harus membayar darah dengan darah dan akhirnya mereka dikutuk mate basa ( mati bersibah darah). Dan narasumber kami mengatakan bahwa sampai sekarang ini masih ditemukan kasus-kasus yang mengarah kepada kutukan tersebut yang dialami oleh penduduk kampung lariang tangnga, dan kebanyakan adalah kasus mati melahirkan.

setelah mendengar ceita tersebut kami kemudian mengutarakan keinginan kami untuk mewawancarai penduduk desa lariang tangga, akan tetapi narasumber kami menyarankan agar tidak mewawancarai sembarang orang karena dapat menimbulkan teror bagi penduduk desa tersebut. katanya, mereka sangat sensitif jika ada orang yang mengungkit tentang sejarah tersebut. mereka was-was dan khawatir, takut kalau si penagih hutang datang dan meminta balasan terkait apa yang telah dilakukan oleh pendahulu mereka. Mereka pun menceritakan bahwa para tetua dikampung tersebut menyembunyikan perihal kutukan tersebut dari orang-orang luar dan kepada keturunan mereka, hal ini mereka lakukan untuk menjaga siri' keluaraga mereka, dan pada akhirnya kutukan tersebut lambat laun akan dilupakan oleh orang-orang. Narasumber kemudian menunjukkan kami seorang lagi narasumber yang bisa kami tanyai tentang kutukan ini, walaupun pada akhirnya kami tidak masuk kekampung tersebut untuk bertanya langsung kepada penduduk kampung lariang tangnga.

Kami akhirnya menuju narasumber kedua kami, yang rumahnya merupakan perbatasan sebelum memasuki kampung lariang tangnga, tidak ada tanda-tanda istimewa yang kami lihat, seperti yang ada pada film-film horor yang gerbangnya sampai begitu besar dan menyeramkan. semua tampak normal. Sayangnya narasumber kedua kami belum memberikan data yang kami inginkan. dan akhirnya kami memutuskan untuk mendatangi tempat yang kabarnya menjadi temnpat ditimbunnya kepala dan tulang dari kallang lappa' lappa'. Kami pun mulai bertanya kepada penduduk, tetapi kesan awal yang kami dapat tidak begitu bersahabat, mereka seakan-akan mempertanyakan kenapa kami ingin kesana, padahal sekarang tempat tersebut cuma kumpulan sawan dan perkebunan kopi yang luas. Ada hal yang aneh yang kami liat dari cara mereka menjawab pertanyaan kami, terutama para orang tua disitu, tapi kami menganggap itu sebagai sesuatu yang terkait dengan mitos, kami tidak ingin berprasangka.

Setelah ditunjukkan tempatnya kami akhirnya menuju tempat tersebut, dan memang ternyata tempat tersebut cuma sekumpulansawan dan perkebunan kopi. walaupun pada akhirnya kami diberitahukan oleh teman yang sedari tadi mengantar kami bahwa memang ada yang menjadi pusat dari tempat tersebut akan tetapi orang yang ingin mengantar kami ketempat tersebut meminta imbalan. entah imbalan apa.hehehehe.

setelah merasa cukup dengan data yang kami peroleh kami akhirnya beranjak pulang. Data untuk penelitian ini akan kami olah dulu untuk kemudian kita kembali untuk mencari data yang dianggap kurang.

mate basa...

1 comment

Anonymous January 28, 2012 at 5:57 AM Delete
keren, memang ad kutukan nya?