Tana Tengnga, eksotisme diatas bukit
Table of Contents
Tana Tengnga
Langit sudah merona jingga, ketika rombongan kami memasuki Kecamatan Camba, Maros. Perjalanan yang kami tempuh selama + 4 jam menyisakan peluh dibalik helm lusuh yang ku kenakan, letih, sudah pasti. Rombongan kami berhenti di rumah salah satu penduduk di desa Tana Tengnga, yang memang menjadi tujuan kami sejak awal.
![]() |
Tiba di Tana Tengnga |
Penyambutan yang ramah dan mengenyangkan, beruntung sekali kami sempat bertemu dengan petinggi di desa Tana Tengnga ini, ramah dan welcome dengan kami yang datang dari jauh. Ada tiga rumah yang kami datangi malam itu, dan pastinya ada banyak jamuan yang kami dapatkan-hahahaha, masih tentang makanan-.
Keramahan dari penduduk setempat sangat terasa dibuktikan dengan banyaknya penduduk yang mengantar kami ke perbukitan yang akan kami datangi, ada sekitar dua puluh orang yang mengatar kami malam itu, didominasi oleh para pemuda yang ada didesa tersebut. Serasa menjadi tamu penting malam itu.
Kilau lampu di bawah lembah
![]() |
Tana Tengnga |
Setelah melepas lelah dan rasa lapar, kami melanjutkan perjalanan ke tempat yang kami tuju, daerah perbukitan di Tana Tengnga, hari sudah gelap.
Ternyata akses jalan ke tempat tersebut tidak semulus yang kami bayangkan, tanjakan dan jalan berbatu yang belum di aspal membuat kami harus sangat waspada melewatinya, suasana menyeramkan juga menemani kami selama perjalanan, hutan disisi kanan dan kiri seakan memperhatikan kami yang sibuk mengendalikan laju motor ditengah gelap.
Dan selama + 20 menit kami berhasil mencapai tempat tersebut, dan.....great, woww, awesome ! itu kalimat yang keluar dari bibir kami, mengapa tidak, hamparan lampu-lampu yang berada dibawah pemukiman warga terlihat sangat jelas dan indah, it's really beautifull.
Kami sibuk membangun tenda, ketika yang lain sibuk mencari ranting kayu untu unggun api, kami harus pintar dalam mendirikan tenda ini memperhitungkan arah angin, datarnya tanah serta hujan yang bisa saja datang tiba-tiba malam itu. Beberapa kali tenda biru itu kami bongkar pasang, diangkat kesana-kemari sampai akhirnya berdiri menghadap lembah yang dipenuhi kilatan lampu.
Api unggun di tengah dingin
![]() |
Api unggun |
Setelah beberapa lama mencoba akhirnya rona merah bara sudah menjilat ditumpukan kayu tersebut. Hangat mulai menyapa kulitku diterpa radiasi panas dari unggun api yang berkobar di depan tenda kami. Angin dingin tetap menyapa, berputar diantara bukit ke tenda kami, merasa cemburu dengan percik api yang membawa hangat. Dan api unggun itulah yang menemani kami melewati malam kala itu.
Menyapa malam dengan canda
Kami berkumpul diteras tenda, kanda Fajar, Kanda Iyan, Putra, Mudrikah, Andien, Rahmat, dan Nugroho. Kembali membisik canda dalam heningnya bukit. Hanya ada sepoi menggigil yang menemani, sesekali gelak tawa menantang deru desah pepohonan yang menolak digelitik oleh angin. Malam itu terasa panjang, kantuk pun enggan untuk menyapa. Menyapa alam dengan canda, melupakan setiap jengkal masalah yang tersimpan dalam labirin hati yang pekat.Bulan menengok dari balik awan, mungkin dia terhenyak dari lelapnya mendengar tawa yan mengdengung disekitar bukit, bintangpun kembali berkerlip ramai, ikut tertawa melihat gelak kami.
Dini hari mulai mendekat, rencana kegiatan kami esok harinya membuat kami untuk menyandarkan kepala kami dipembaringan. Butuh istirahat yang cukup untuk kegiatan besok. Terlelap dalam dingin malam.
Tana Tengnga, eksotisme diatas bukit.
di bawah ini merupakan foto-foto tana tengnga :
Dini hari mulai mendekat, rencana kegiatan kami esok harinya membuat kami untuk menyandarkan kepala kami dipembaringan. Butuh istirahat yang cukup untuk kegiatan besok. Terlelap dalam dingin malam.
Tana Tengnga, eksotisme diatas bukit.
di bawah ini merupakan foto-foto tana tengnga :
Post a Comment