Kabut Merah Jambu

Table of Contents
Sumber : google.com
00. 12 wita, belum terlelap dalam peraduan. Laki-laki itu masih mengotak atik laptop dihadapannya, gadget yang paling setia dia tongkrongi sampai hari merubah tanggal. Mencari inspirasi dalam hening malam, ditemani gesekan sayap jangkrik yang menimbulkan suara bak biola yang dimainkan oleh maestronya. Ada letupan dalam dirinya. Menulis, itu dirinya, mencoba dan terus mencoba menyampaikan rasa lewat tulisan yang ia torehkan. 

Masih tentang hati dan segala atmosfer rasa yang menyelimutinya, masih tentang kabut merah jambu dan lesung pipi yang membayanginya, bukan meneror tapi memberi nyenyak dalam tiap pergantian oksigen dalam paru-parunya. Musik pop yang menemaninya memberi sebuah stimulus rasa yang membuat kata-kata yang ia tulis terangkai menjadi kalimat yang sederhana.

Terima kasih, dua kata yang ia kirim sebagai penutup dalam Short message yang ia kirim setelah membaca blog pribadi kekasihnya, dengan judul ini tentang kamu. Dia tersenyum malam itu, memegang jemari kekasihnya lewat maya, berbisik kepadanya, tidak kedengaran dari tempatku melihatnya, padahal aku ada di rongga dada kirinya, berdetak mengikuti tiap siklus aliran darah yang mengisi tiap nadi di tubuhnya.

Dia senang, aku bisa melihatnya, dari raut mukanya, dari senyumnya.

***

Post a Comment