Kenapa Hambar?

Table of Contents
Waktu tahu cara paling baik untuk mengeja
Bagaimana caramu menggenggam yang tidak terlihat ? Aku tak tahu bagaimana cara menjawabnya. Kamu ? Ya... kau mungkin tahu cara yang paling baik dan tepat untuk menjawabnya, paling tidak cara yang paling baik untuk tidak menjawab pertanyaan seperti itu. 

Aku selalu berpikir, kenapa perasaan seperti ini selalu singkat untuk dirasakan, paling tidak dalam bingkai kita, maksudku, dalam cerita kita, iya, kita. 

Ketika ku tanyakan itu beberapa kali padamu, jawabanmu selalu sama. Aku mengiyakan karena itu memang yang seharusnya, tapi...kenapa hambar ? Aku kembali kelembar awal, mungkin ada yang luput untuk kubaca, dari serangkaian cerita yang pernah kita lakoni, dari serangkaian jalan yang telah kita lewati, mungkin. 

Iya, aku takut ada satu kalimat, satu paragraf atau mungkin satu halaman yang lupa untuk kubaca sehingga aku salah untuk menafsirkan. Mungkin aku harus mengejanya satu persatu, sedikit demi sedikit. Satu lagi masalahnya, aku tidak tahu cara untuk mengejanya. Waktu, aku harus belajar kepada waktu, karena waktu tahu cara paling baik untuk mengeja. Kuharap.

Kusimpan kembali, dalam kardus yang baru saja kuambil dari toko sore tadi, semua pertanyaan yang masih merangkai dan bertangkai didalam benakku. Diam dulu kau didalam sana, sampai aku benar-benar tahu bagaimana caranya mengeja, bagaimana caranya menggenggam yang tidak terlihat. Cukup diam didalam sana.

Berdoalah aku cepat belajar, agar ketika kau keluar dan kembali melayang dalam benakku aku sudah punya jawaban untuk semua pertanyaan yang terangkai dan bertangkai tersebut. Atau berdoalah, ketika kau keluar sudah tak ada lagi tempat untukmu dalam benakku supaya kau dapat bebas untuk singgah dalam benak orang lain lebih tahu dalam mengeja lembaran kisah.

Post a Comment