Memijak Garis Batas

Table of Contents
Aku sudah di garis ini, menapak mantap tanpa sesal. Semua yang telah membusuk dan basi di batas garis tak lagi ku hiraukan, nasi sudah menjadi bubur, penyesalan tak akan berarti apa-apa tanpa perubahan. 

Pastiya. Kegagalan, kesalahan, akan selalu ada dan membayangi tiap usaha yang kita jalani. Tapi, selalu ada pilihan, tinggal kita yang menentukan, terjatuh di lubang yang sama atau mengambil jalan lain yang lebih baik. 

Sesuatu yang telah terlanjur terjadi "nasi sudah menjadi bubur" bukanlah sebuah kalimat akhir yang menjadi penutup dalam perjuangan yang kita lakoni. Setiap ujian punya level, dan setiap kita dapat melaluinya ada saja hal baru yang dapat kita manfaatkan untuk melalui ujian yang selanjutnya.

Tidak ada yang sempurna, cukup jalani dengan kesederhanaan dan kesungguhan. Tidak usah berlebihan. Kesederhanaan adalah kekayaan yang sesungguhnya. Dan kesederhanaan bisa terbentuk dari rasa syukur. Sekarang aku bersyukur berada diantara orang-orang yang memiliki semangat dan integritas dalam sebuah pencapaian. 

Mereka berbeda, mereka memiliki cara sendiri, mereka memiliki ciri khas sendiri, begitupun aku. Tak perlu ku tiru cara mereka, tak perlu kutiru apa yang menjadi ciri khas mereka, karena aku disini adalah salah satu dari pembeda yang ada, aku salah satu warna dalam interaksi pelangi yang ada.

Berjuang menata diri, seperti mengasah batang besi menjadi jarum. Akan sangat sulit dan melelahkan, tapi bukan berarti itu adalah sesuatu yang tidak mungkin. Sekali lagi, cukup berusaha dengan maksimal, tutup dengan doa. Perbedaan bukan berarti sebuah keanehan, perbedaan akan menjadi penyedap dalam satu mangkuk kebersamaan. Dan dengan bangga aku akan berkata, akulah salah satu warna dalam pelangi, yang tanpanya indahnya tak akan memukau.

Untukmu yang selalu menginspirasi dalam diam.

Post a Comment