Cukup Diam yang Menjawabnya

Table of Contents
Malam ini terlalu sensitif, seperti dandelion pada musim semi, sekali sentuh ia akan berhamburan menjauh.
Perasaan yang sesungguhnya mungkin tidak akan pernah tersampaikan, karena sebuah senyum sudah bisa memoles semua keraguan dan rasa sakit yang diam-diam menyusup dalam Lobus Temporal otakku. Malam ini terlalu sensitif, seperti dandelion pada musim semi, sekali sentuh ia akan berhamburan menjauh. 

Sudah tujuh bulan yang terlewati, 203 hari, 4872 jam, 292.320 menit, 17.539.200 detik aku melalui waktu dengan semua rekaman-rekaman kenangan yang selalu terputar ulang dalam pikiranku, paling tidak itu adalah hal-hal yang bisa kulakukan dengan dirimu, hanya berdua denganmu.

Sepertinya kejujuran akan keadaan, akan logika yang mulai terpilin melebihi pilinan perasaan mulai membuatku tersudut, mulai membuatku diam. Iya, hanya diam. Sepertinya gemuruh ini sudah terlalu besar dan berat, sampai tak mampu lagi keluar ataupun terangkai lewat lidahku, paling tidak untuk mengatakan bahwa cinta juga memiliki ambang jenuh. 

Ia butuh polesan, ia butuh sentuhan agar tidak gagu atau bahkan kaku, seperti HCL mungkin yang bisa menghilangkan karat pada besi, seperti deterjen yang bisa menghilangkan noda membandel pada pakaian, seperti perhatian yang bisa menghilangkan sekuku rasa ragu yang semakin lama semakin membesar.

Aku tak mau, perasaan yang sekarang kuberi label cinta berubah menjadi ranjau yang bisa tiba-tiba meledakkanku. Karena yang kutahu, cinta bukan hanya berputar dalam kenangan dan memori. Cinta adalah interaksi, komunikasi. Sampai saat ini aku masih belum bisa memahami jalan cinta yang bersembunyi dibalik keheningan. 

Mungkin karena sudah ada kenangan yang tersentil dalam Lobus Parientalku. Yang tak akan bisa kuhapus walaupun menggunakan tombol shift+delete. Ia sudah terpatri didalam sini, disudut terjauh dalam otakku, tersimpan rapi dalam toples kecil.

Biarlah, tak ada yang perlu berubah. Tak apa, aku tak ingin memaksa. Cukup seperti ini. Tak ingin lagi kuberatkan pikiranku atau mungkin pikiranmu dengan semua sisi melankolis ini. Diam, cukup diam yang menjawabnya.


Post a Comment