Wednesday, February 20, 2013

Gelas kosong

"Aku kembali duduk. Setelah terdiam beberapa saat, aku kemudian sadar, aku tidak sesuka itu dengan teh buatanmu, iya, biasa saja."

 Aku masih menatap gelas dihadapanku dalam-dalam, masih kosong. Ku ambil ransel dan meninggalkannya disudut meja tempatku meluangkan waktu untuk sekedar membaca atau menulis metafora atau prosa tentang dirimu, tentang keindahanmu, tentang kita. Ku tinggalkan kau barang sehari, semoga setelah kembali akan ada kesempatan berikutnya gelas itu untuk terisi, walaupun harapanku untuk segelas teh pagi ini mungkin kandas. Diganti kopi dengan kadar kafein yang lebih banyak, tak apalah untuk pagi ini, hanya untuk pagi ini.

Aku tak pernah tahu apa yang spesial dari segelas teh hasil racikanmu, Dengan gelas ukuran sedang, dua sendok gula, dan teh, tak ada yang berbeda dengan teh-teh lain yang sering ku nikmati. Lama aku berpikir, lama pula kucoba untuk membuat teh serupa, namun tak pernah kurasakan kesetaraan rasa, begitu berbeda. Aku kemudian duduk beralas kekecewaan. Duduk, diam.

Aku kembali, masuk dalam ruangan kecilku, istanaku yang sederhana tempat semua kata-kata terangkai untuk menyampaikan segenap kegundahan dan kegelisahan yang kurasa. Gelasnya masih kosong, seperti terakhir ku tinggalkan. Kosong. Dan aku sadar ternyata aku belum cukup kuat utuk menjadi alasanmu sedikit meluangkan waktu ditengah kesibukan yang setiap hari kau jalani. Aku belum cukup istimewa untuk menjadi alasan menggunakan waktu luangmu sekadar menyapa lewat seduhan manis tehmu. Maaf, kemarin-kemarin aku tidak mengerti, sekarang sepertinya ketidak mengertianku sudah terjawab.

Kuraih gelas kosongku, membuka lemari, dan menyimpannya disudut paling belakang. Semoga dengan ini tak ada lagi hasratku untuk mencicipi teh. Akan kucoba mencicipi Kopi Latte, Capucino atau Espreso Machiato dengan pahit dan manis yang terus berganti dalam perputaran lidahku. Akan kulupakan tentang kafein yang lebih banyak dibandingkan teh.

Aku kembali duduk. Setelah terdiam beberapa saat, aku kemudian sadar, aku tidak sesuka itu dengan teh buatanmu, iya, biasa saja. Itu hanya alasanku untuk bisa menikmati keindahanmu, senyummu, matamu, dan semua tentang dirimu ditemani kehangatan teh yang kau buat. Itu hanya kambing hitam agar aku bisa menemuimu, bisa bercengkrama denganmu, atau sekedar saling mengejek dan melihat pipimu yang memerah. Itu hanya alasanku untuk melihatmu, alasan untuk bisa bersamamu, lebih lama. Sadarkah kau ?

ooo
Share:

0 komentar: