What is this Afrodit?

Table of Contents
Bagaimana bisa aku mengalihkan pandanganku darimu, ketika semua keindahan sudah tertanam pada dirimu, pada sebuah keindahan yang ternyata sudah mengurungku pada penjara kecil dalam hatiku sendiri, bagaimana bisa ? Apalagi yang perlu kucari jika semua yang kuinginkan ternyata sudah ada padamu, pada dirimu dan lengkungan kecil dipipi kananmu.
Ia masih duduk bersama cangkir kecilnya, bercengkrama dengan rintik hujan dan daun yang terapung. Ia masih tak habis pikir, Afrodit tak jera menjadikannya tahanan, dalam kekuasaannya, dalam dekapannnya, tak pula jera melepaskan panah-panah kecilnya. 

Ia tak dapat menahannya, panah itu terus melesat menembus dada kirinya, tepat dimana hatinya sedang berdetak cepat. Ingin menyerah, namun tak ada lagi jalan mundur, panah itu sudah terlalu banyak menancap kuat ditiap bagian dalam hatinya, membuatnya tak mampu bernafas dengan tenang.

"Kapan kau membiarkanku tenang bersama cangkir kecilku tanpa rasa yang dimunculkan oleh panah-panah yang kau tancapkan tepat di dada kiriku, rasa yang membuatku sesak dan tak bisa berpikir dengan jernih, Afrodit ?"

"Kau mau menolaknya ? Bukankah itu yang sebenarnya kau inginkan ?"

"Aku memang menginginkanya, sebuah rasa, sebuah asa yang selalu kau hadirkan bersama panah-panah kecilmu, tapi...kenapa berbeda ? kenapa kali ini berbeda dari yang sebelumnya ? berbeda dengan perasaan ketika terakhir kau menancapkannya disini, di dada kiriku ?"

"Kau yang paling tahu jawabannya, hatimu yang paling tahu. pernahkah kau bertanya ?"

"Hujannya semakin deras Afrodit, seperti jalannya darahku sekarang, ia mengucur tak terkendali, sama seperti ketika aku melihatnya, ketika menemukan senyumnya terpilin, untukku. karena takut dengan rasa itu, aku menjauhinya, dengan harapan aku akan lebih tenang tanpa ada rasa seperti itu lagi yang membayangiku. Tapi ternyata aku salah, jauh darinya ternyata lebih membuatku gusar. Afrodit, apa sebenarnya yang terjadi ? apa kau sudah kehilangan kekuatan untuk membuatku merasakan hal yang seperti dulu ?"

"Sekali lagi, apa kau pernah bertanya pada hatimu ? tentang apa yang sebenarnya kau rasakan sekarang? kenapa ia-perasaan itu-begitu berbeda dari yang sebelumnya ?"

"Belum, belum Afrodit. Aku belum siap"

"Bertanyalah, karena kau tak pernah tahu kapan cinta yang sebenarnya tertancap dalam hatimu melalui panah-panah kecilku. Cinta yang berbeda dari sebelumnya. Cinta yang bukan sekedar balutan nafsu yang bersembunyi dalam kata cinta itu sendiri. Kau tak pernah tahu."

Ia terdiam, bersama dengan cangkir kecil yang kini ada di tangannya. Pelan-pelan ia mengalirkan kehangatan teh kedalam kerongkongannya.

"Kau benar Afrodit, kembalilah ke Yunani, aku sudah paham dengan ini. Biarkan panahmu bekerja seperti biasanya, kau memang dewa cinta, kembalilah ke Olympus, terima kasih.....

....apa sebenarnya yang terjadi padamu, hati ku? apa sebenarnya yang kurasakan?"



Post a Comment