Tepi Sungai
Table of Contents
Kusandarkan badanku di kursi hijau kecil di pinggir sungai
yang mengalir tenang, Penat menghampiri, rasa lelah mendekati setelah melalui
perjalanan + 50 km mengelilingi tanah legenda I Lagaligo berasal. Alir
sungai tanpa riak, memberi kesan tenang di tengah lelah yang melilit.
“Apa yang sedang kau lakukan ?” tanya bayang imaji yang
muncul tiba-tiba dalam bayang alir sungai.
“Beristirahat, menunggu senja, akan indah ditepian sungai ini,
sepertinya.” Jawabku.
“Tak ada cerita ?”
“Cerita ? Tentang ?”
“Hari ini, tentang rasa sepi ? Kerinduan ?”
“Hehehe, untuk hari ini aku tidak mau membicarakannya, emm,
lebih tepatnya tak ada yang bisa kuceritakan hari ini tentang sepi ataupun
rindu.”
“Kau yakin ? ku lihat kau lusuh, dengan raut muka yang
masam.”
“Hehehe, tidak, aku sama sekali tidak merasa seperti itu.”
Ia mendelik, memandang tajam dan memperhatikan raut mukaku
dengan serius.
“Hari ini aku senang.”
Lanjutku.
“Senang ?”
“Iya, kau tahu. Hari ini aku banyak berpikir dalam
perjalananku, aku memikirkan tentang diriku, tentang sebuah kesyukuran.”
“Hahahahaha, kau kah itu ? sebuah kalimat yang jarang ku
dengar darimu. A chicken like you, pemendam rasa takut.”
“Kau tahu, kadan kita memang selalu dihadapkan pada sebuah
ketakiutan, takut sendiri, takut pada tempat yang asing, takut ketinggian,
takut pada ujian, takut ditinggalkan, menurutku itu wajar, setiap manusia punya
ketakutan. Tapi apa kau tahu pelajaran yang kudapatkan hari ini, aku belajar
berteman dengan rasa takut, dengan cara bersyukur.”
“Maksudnya ?”
“Iya, aku belajar untuk berteman dengan rasa takut, dengan
cara bersyukur. Bersyukur karena aku punya rasa takut. Hahaha.”
“Aneh, aku sama sekali tidak paham dengan apa yang kau
bicarakan.”
“Hahahaha, apa kau
sadar, ketakutan bukanlah stigma, ia ibarat pelatuk, trigger untuk menembakkan keberanian yang sebenarnya tertutupi.Takut
tidak berwujud, yang membuatnya nyata adalah diri kita, pikiran kita, prasangka
kita.”
Ia diam, masih mencerna apa yang sedang ku katakana.
Lamat-lamat langit yang tadinya biru cerah merganti menjadi jingga bercampur
hitam, diujung sungai, bayangnya memberi sensasi tenang.
“Intinya, hari ini tak ada cerita tentang rasa sepi, tentang
kerinduan. Aku ingin menikmati ketanangan ini. Menikmati rasa senang ini,
dengan semua pelajaran berharga yang kudapat dalam perjalananku hari ini. Satu
lagi tentang ketakutan yang kau pertanyakan, aku memang selalu takut, tapi ia
bukan untuk dihilangkan tapi untuk diatasi. Caranya, banyak bersyukur, karena
ia kadang datang karena kita terlalu banyak menuntut. Life simply, isn’t it ? “
Tenang, tak ada lagi suara Tanya bayang imaji, ia pergi,
bersama jingga yang membayang di ujung sungai, hanyut bersama matahari yang
semakin lama semakin redup. Iya, tenang.
Post a Comment