Mimpi Sejengkal dari langit-Siswa Desa Benteng

Table of Contents
Catatan Pengabdian
Malam mulai mengisi sedikit demi sedikit langit Makassar, bersamaan dengan gerimis yang berlomba-lomba untuk jatuh ketanah, dingin mulai menyapa. Suasana ini kembali mengingatkanku pada frame-frame kenangan beberapa bulan yang lalu, di desa terpencil, desa yang jauh dari hiruk pikuk desing kendaraan bermotor, desa yang masih hijau dan dikelilingi oleh pohon-pohon besar, suasana pengabdian yang memberikan pelajaran berharga bagiku, memberikan sebuah pelajaran tentang perjuangan, tentang kesederhanaan, dan tentang hidup dalam keterbatasan. 

Desa Benteng, Kecamatan Camba, Kabupaten Maros, desa terpencil yang berjarak puluhan kilometer dari pusat kota Maros, sebuah desa dengan akses jalan yang sangat susah, pertama kali berkunjung saya sempat terbelalak melihat jalan yang curam, tidak beraspal, dan licin. Berkunjung di Desa ini seperti melakukan perjalan waktu berpuluh-puluh tahun ke masa lalu, listrik yang minim, jalan belum di aspal, serta sinyal handphone yang jarang. Desa yang dikelilngi oleh banyak pohon kemiri ini menyajikan keindahan alam sekaligus keramahan yang sudah jarang kita temukan di kota-kota besar. 

Di Desa Benteng, bersama dengan teman-teman dari LPM Penlaran UNM serta teman-teman dari Universitas-universitas lain dari luar Sulawesi (Universitas Airlangga (UNAIR), Universitas Diponegoro (UNDIP), Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Universitas Brawijaya (UB), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan dua tim dari Universitas Gajah Mada (UGM)) kami mengadakan pengabdian kepada masyarakat melalui beberapa kegiatan yang telah kami canangkan sebelumnya , mulai dari Nalar Mengajar, Nalar Mengaji, Pelatihan-pelatihan pengelolaan sumber daya alam, dan pelatihan pembuatan kerajinan berbahan dasar sumber daya alam yang tersedia di desa tersebut salah satu contohnya buah kemiri. 

Diantara banyak item-item kegiatan yang dicanangkan, saya kemudian mendapatkan tanggung jawab untuk melaksanakan Nalar Mengajar, kegiatan yang bertujuan untuk berbagi pengetahuan serta pengalaman kepada anak-anak desa Benteng. Karena desa benteng memiliki beberapa dusun, maka teman-teman di Nalar mengajar juga di sebar kebeberapa dusun tersebut, dan saya kemudian mendapatkan Dusun Lappattalle', dusun yang berjarak 5 km dari posko tempat saya menginap. 

Pengalaman yang seru dimulai dari sini.
Karena jarak yang jauh serta kendaraan yang terbatas maka setap hari akan ada panitia yang mengantar kami ke sekolah di Dusun Lappatalle tersebut, dan kami diantar secara bergiliran. Nah, pada hari pertama mengajar terpaksa untuk pulang kami harus berjalan kaki karena tidak ada panitia yang bisa menjemput kami pulang karena kegiatan yang juga berlangsung ditempat lain. Ini merupakan salah satu pengalaman paling berkesan, karena kami harus melalui jalan menanjak dan menurun sejauh 5 km, alhasil, sesamapi di posko saya harus mengistirahatkan kaki sampai tengah malam. hehehe

Mereka siswa yang pintar
SDN 182 Desa Benteng, merupakan nama sekolah di dusun Lappattalle' tempat saya untuk mengajar selama beberapa hari kedepan. Pertama datang kami disambut ramah oleh guru-gurunya, sekolah ini merupakan sekolah seatap, beberapa kelas harus di gabung dalam satu ruangan karena jumlah ruangan yang tidak mencukupi. Guru-guru disini hanya berjumlah sekitar 8 orang, dengan frekuensi kehadiran yang tidak selalu full karena jarak sekolah yang jauh dari rumah kebanyakan guru. Pada saat pembagian kelas saya mendapatkan kelas 5, kelas yang digambaran awal kepala saya berisikan anak-anak yang rewel dan nakal. 
Sebuah mimpi dari tanah sejengkal dari langit

Pertama kali masuk ke kelas saya disambut ketawa cekikikan dari siswa lalu tersenyum sembari berbisik-bisik dengan teman sebangku mereka masing-masing. Saya kemudian memperkenalkan diri dan sedikit bercerita tetang kehidupan di kota Makassar, mereka menanggapi dengan senyum dan diam. hehehehe. Perlu pendekatan lebih untuk bisa berbaur dengan mereka, saya kemudian menanyakan nama mereka satu persatu dan mencatatnya pada sebuah kertas, dan ini nama-nama mereka dibarisan paling depan ada Riska, Fitri, Ahmad, Mansur, dan Ramli, di barisan kedua ada Zaenal, Ilham, Akbar, Amma, dan Deni, lalu di barisan ketiga ada Halisa, Ana, Muallim, dan Alif. 

Di hari pertama saya mengajarkan matematika, pelajaran yang membosankan bagi kebanyakan siswa sekolah SD yang sudah saya ajar. Namun saya sedikit kaget melihat mereka antusias dengan apa yang saya ajarkan, bahkan mereka cepat dalam memahami apa yang saya jelaskan. semua contoh soal yang saya berikan dapat mereka kerjakan dengan baik, saya kagum. Bahkan disaat pulang mereka meminta untuk diberikan soal, dan yang menjawab dengan benar yang boleh pulang. Sangat mengagumkan bagi saya mendapat semangat belajar yang begitu besar dari anak-anak desa Benteng ini.

Di hari selanjutnya saya kemudian kembali masuk mengajar dan mengajarkan bahasa indonesia, saya kemudian menyuruh mereka membuat surat untuk Bapak Bupati Maros dan menjelaskan tentang mereka, sekolah mereka, serta keinginnan dan harapan mereka, dengan cekatan dan antusias mereka menuliskan apa yang saya perintahkan. Dan lagi-lagi saya kagum dengan apa yang mereka tuliskan, mereka bahkan salah satu dari mereka menuliskan kurang lebih seperti ini :

Kepada bapak Bupati

Assalamu Alaikum.
Kami siswa dari desa Benteng, sekolah kami sangat jauh, jalanan banyak yang rusak, kami harus berjalan jauh untuk bisa sekolah. bapak bupati, saya punya teman yang tidak sekolah karena tidak punya uang dan baju sekolah, 

semoga bapak bupati bisa membantu kami.

terima kasih.

Surat yang sederhana, tapi berisikan keinginan dan harapan mereka.

Dihari selanjutnya saya kemudian melatih mereka untuk tampil pada penutupan kegiatan Karya Bakti Ilmiah yang kami laksanakan. dibawah ini merupaka cuplikan mereka saat latihan untuk penampilan di acara penutupan.


Lagu :
Indonesia tanah air beta
Pusaka abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala
Tetap di puja-puja bangsa

Puisi :
Disinilah kami,
Menapakkan kaki di tengah kerikil yang berserakan
Berjalan selangkah demi selangkah menuju gubuk ilmu
Katanya langit disini luas, Biru tanpa Polusi
Katanya langit itu tempat menggantung mimpi
Disini langit tinggal sejengkal
Berarti mimpi kita lebih dekat untuk digantungkan, iyakan ?
Kami punya mimpi ! Kami punya Cita-cita!
Disini, ditanah tinggi, tanah sejengkal dari langit.
Kami punya semangat,
untuk belajar,
untuk mimpi
untuk bercita-cita,

Demi kami,
demi desa
demi bangsa

Kami akan BANGKIT !

Lagu :
Di sana tempat lahir beta
Dibuai dibesarkan bunda
Tempat berlindung di hari tua
Tempat akhir menutup mata

Tetap berjuang !
Kegiatan kami mungkin hanya berlangsung beberapa hari, tapi saya berharap beberapa hari itu bisa menjadi sebuaha trigger dalam memicu dan memacu semangat dari anak-anak desa Benteng, terutama siswa-siswa yang saya ajar, untuk tetap belajar, berkarya dan mengejar apa yang mereka impikan . AMIN.

*Najib, 2013

Post a Comment