Perjalanan yang belum tertuliskan (Flashback) #3
Table of Contents
Bermula dari program kerja Bidang Penelitian dan Pengembangan LPM Penalaran UNM yang diketuai oleh Yusri, mencanangkan satu penelitian eksternal dengan judul Studi Pelaksanaan Otonomi Desa Berbasis Kearifan Lokal Di Desa Bone-Bone Kecamatan Baraka Kabupaten Enrekang. Mereka mengangkat penelitian ini melihat karakteristik dari Desa Bone-bone yang menerapkan larangan merokok di desa mereka, bahkan juga menerapkan aturan-aturan lain seperti menanam pohom sebelum menikah, larangan mengkonsumsi makanan yang menggunakan bahan pewarna samapai pada larangan masuknya ayam potong di desa mereka, dari karakteristik itulah kemudian tim Litbang LPM Penalaran UNM kemudian ingin meneliti kondisi psikologi dan tekanan dari warga desa tersebut dengan diberlakukannya aturan tersebut.
Setelah mengadakan rapat untuk menindaklanjuti ide penelitian tersebut maka di putuskan untuk melakukan observasi dan pengambilan data ke desa Bone-bone. Setelah di buka lowongan bagi anggota yang ingin ikut melakukan observasi dan pengambilan data akhirnya yang fix untuk berangkat pada hari yang ditentukan adalah saya, Husnaini, Yusri, dan Syahrul Ramadhan. Observasi dan pengambilan data di desa tersebut direncanakan berlangsung dari tanggal 9 hingga 12 Februari 2013.
Beristirahat di Pantai Bibir Pare-pare |
Hari pemberangkatan akhirnya tiba, kami berempat berangkat pukul 09.00 pagi menggunakan sepeda motor, dan direncanakan kami akan sampai 5 jam kemudian. Perjalanan yang cukup melelahkan melihat jarak dari Makassar ke Enrekang sangat jauh, namun landscape yang indah menyapa di dalam perjalanan yang kami lakukan dan sedikit menggerus rasa penat diperjalanan. Dua jam pertama akhirnya kami bisa mencapai Pare-pare kota kelahiran salah satu mantan presiden BJ. Habibie dan singgah beristirahat di Pantai Bibir Pare-pare sembari menikmati indahya panorama pantai.
Berpose dalam perjalanan |
Setelah dirasa cukup, kami lalu melanjutkan perjalanan menuju Enrekang, tanpa dirasa perjalanan kami memakan waktu lebih dari rencana yang kami yaitu 5 jam karena 5 jam telah terlewati dan kami belum sampai di desa Bone-bone. Di dalam perjalanan kami beberapa kali singgah sekadar untuk berfoto dan menikmati pemandangan yang disajikan oleh alam, bukit-bukit yang menjulang indah, hijaunya pepohonan yang berbaris rapi dipinggir jalan, merupakan hal yang menjadi kesyukuran karena dapat menikmatinya. Melihat waktu yang sudah semakin sore kami akhirnya mempercepat laju kendaraan, dan akhirnya kami bisa sampai di Baraka (salah satu desa sebelum masuk ke desa Bone-bone) sekitar pukul 5 sore, sebelum kami melanjutkan perjalanan kami terlebih dahulu singgah di rumah kerabat salah satu anggota lembaga kami, setelah beristirahat dan menyantap sajian pisang goreng dari siempunya rumah perjalanan kemudian kami lanjutkan.
Tiba di Desa Bone-bone
Gerimis menyambut kami sesaat setelah melanjutkan perjalanan menuju desa Bone-bone, jarak yang kami prediksi sudah dekat ternyata masih jauh. Kami beberapa kali singgah dan bertanya pada penduduk setempat tentang arah ke desa Bone-bone. Langit yang tadinya hanya memercikkan gerimis sudah mulai menumpahkan semua isinya dengan mengucurkan hujan, sebagian jalan yang masih dalam kondisi belum diaspal berubah menjadi licin dan becek, perjalanan menjadi semakin menantang karena disisi kiri kami terpampang jurang ditambah akses jalan yang mendaki dan curam serta licin. Sungguh perjalanan yang mengesankan !
Gerbang Desa Bone-bone |
Akhirnya setelah bertanya kesana-sini ddalam perjalanan, kami akhirnya sampai di Desa Bone-bone sesaat sebelum magrib. Kami lalu menuju rumah kepala desa untuk melapor sekaligus meminta izin menginap. Kami disambut ramah oleh bapak kepala desa dan dipersilahkan untuk mengeringkan diri terlebih dahulu sebelum melakukan wawancara. Di sudut ruangan kami melihat piala besar yang diberikan atas prestasi desa bone-bone. Setalh mengeringkan badan kami kemudian berbincang-bincang dengan bapak Bapak Muhammad Idris selaku kepala desa Bone-bone. Dalam perbincangan malam itupun kami mendengarkan penjelasan tentang aturan-aturan desa serta bagaimana proses penerapan aturan tersebut kepada warga desa, dan tak luput juga bagaimana prestasi desa tersebut sebagai desa pertama yang mengeluarkan aturan kawasan bebas rokok.
Pagi di desa Bone-bone, sejuk. |
Keesokan harinya kami lalu berkeliling desa untuk mewawancarai warga sekitar desa untuk mengumpulkan data, dari proses wawancara saya secara pribadi menangkap bahwa peraturan ini dapat terlaksana dengan baik karena adanya kesadaran warga desa atas dampak negatif dari rokok, selain itu mereka berpikir visioner dengan memberikan teladan kepada anak-anak mereka agar tidak merokok.
"Salah satu cara mendidik yang paling baik adalah memberikan teladan, contoh kepada anak-anak. Tidak mungkinkan kami melarang anak-anak merokok sedangkan kami sendiri merokok" ujar saah satu warga yang saya wawancarai.
Sekiranya, kesadaran serta kepedulian terhadap generasi bangsa yang seperti inilah yang patut kita tiru dan aplikasikan bersama.
Akhirnya setelah melakukan pengumpulan data kami akhirnya pamit dan beranjak dari desa Bone-bone menuju Makassar.
Membawakan materi di SMA Maiwa, Enrekang |
Persinggahan di Maiwa
Dalam perjalanan saya kemudian mendapat pesan dari salah seorang adik angkatan di Kampus untuk singgah di Maiwa, untuk bersilaturahmi sekaligus menghadiri dan membawakan materi karya tulis ilmiah di salah satu sekolah menengah atas di desa tersebut. Acara tersebut berlangsung selama dua hari, jadi kami kembali tinggal di Enrekang selama satu hari.
Pengalaman mengasikkan juga saya dapatkan dari kegiatan ini, bagaimana melihat siswa-siswa yang antusias dalam belajar tentang karya tulis dan penelitian. Tetap semangat dalam belajar dan berkarya !!!
Pose |
Akhirnya setelah semua kegatan di SMA Maiwa ini berahir, kami melanjutkan perjalanan pulang kami ke Makassar, mengistirahatkan badan setelah menempuh perjalanan yang jauh dan melelahkan. Diperjalanan pulang dan tak lupa kami singgah di tempat-tempat yang memiliki pemandangan yang indah. Semoga di hari depan perjalanan yang jauh lebih hebat dari ini dapat saya lakukan kembali, bersama teman-teman.
Gunung Nona, Enrekang |
Post a Comment