Kupu-kupu dalam toples, Mentari, Ulat kecil diseberang meja.

Table of Contents
"Ia tertunduk, lalu berbalik. meninggalkan suara-suara tawa lepas dibelakangnya. kembali memeluk tubuhnya dalam dedaun yang rapuh dan mulai mati."

Aku melihat mereka pagi ini, kupu-kupu dalam toples, ulat kecil di seberang meja, serta mentari yang baru saja terbangun dari tidurnya. Di pagi berembun tanpa rerintik hujan di ujung awan, Kupu-kupu menyapa mentari, saling bertukar senyum dan bercengkrama tentang hari-hari mereka. 

Mereka baru subuh tadi bertemu, sesaat setelah purnama melipat kain-kain hitam yang menggantung dilangit. Namun, kehangatan yang senantiasa mengelilingi mentari membuat kupu-kupu dalam toples meresa nyaman berada didekatnya, begitupun mentari, keindahan corak larik pada kupu-kupu mampu membuatnya mengalihkan pandangan dari dunia yang luas kedalam sebuah toples yang berisikan serangga kecil tak berdaya didalamnya. 

Mereka bercerita sangat lama, tertawa dan tersenyum secara bergantian. Indah nian pagi itu. Sementara disudut lain, diseberang meja toples kupu-kupu berada, disudut jendela dimana reranting mulai menua dan mati, seekor ulat dengan malu-malu memperhatikan mereka-kupu-kupu dalam toples dan mentari-bercengkrama satu sama lain. Malu dan sedikit risih. Ia tak berani, lebih tepatnya malu untuk mendekat dan membaur, nampak jelek tubuhnya ia pandangi dari balik kaca jendela. Ia tertunduk, lalu berbalik. meninggalkan suara-suara tawa lepas dibelakangnya. kembali memeluk tubuhnya dalam dedaun yang rapuh dan mulai mati.

Mereka-kupu-kupu dalam toples dan mentari-masih sibuk bercerita, tanpa sadar jarak antara mereka semakin jauh. kupu-kupu tetap dalam toples, mentari perlahan mendekat keujung barat bumi. Dan semakin waktu bergeser pada titik-titik puncak hari, suara mereka mulai sayup terdengar. Dan ketika semua sudah terlambat, mereka pun sadar. Tak ada kata perpisahan yang terucap. Hanya sekeping hati yang perlahan terkikis dan meluruh dalam perjalan. Mentari mulai mati diujung sore, bersama hangat yang mulai tergerus dalam laut tempat ia tenggelam, jingga terlihat, ia meredup.

Kupu-kupu dalam terdiam, nanar matanya memandang mentari yang mulai menghilang dibalik laut yang memerah. Lalu, sedetik setelah cahaya tak lagi terlihat di ujung barat bumi, ia menangis sekeras-kerasnya. Tak lagi ada hangat, yang tersisa hanya gelap dan dingin yang mulai menembus dinding kaca toplesnya. Yang ia sesalkan, tak sempat ia mengambil kembali hati yang ia titipkan pada mentari, yang ia titip dalam hangat mentari, agar hatinya tak beku dan mengeras seperti dinding-dinding toples tempat ia memijak. Separuh hantinya tenggelam bersama hangat yang lenyap.

Diujung lain meja tempat kupu-kupu dalam toples berada, seekor ulat kecil buruk rupa berjalan dengan payah, dari mulutnya terlihat benang-benang halus yang mulai melilit seluruh tubuhnya. Berjalan menuju kupu-kupu yang sedang terisak. Ia tak sanggup melihat tetesan air mata yang jatuh membasahi sayap-sayap indah kupu-kupu dalam toples, ia mulai memanjat dan menyelipkan dirinya pada lubang kecil penutup toples, ia biarkan tubuhnya tergores, menahan perih. Kupu-kupu masih menangis dan terisak, dibalik air matanya ia melihat seekor ulat kecil dengan tubuh terkoyak mendekatinya. Ia terdiam memperhatikan ulat kecil tersebut. 

"Aku mungkin tidak dapat mengganti sekeping hatimu yang hilang, ia sudah hilang bersama gelap di ujung barat dunia. Tapi, aku bisa menanggalkan sekeping hatiku untuk menutupi setengah hatimu. Lalu membalut lukamu bersamaku, bersama rajut benang halus dari diriku." ucap ulat kecil sesaat setelah berada dihadapan kupu-kupu yang masih terisak.

"Bagaimana caranya?" tanya kupu-kupu kepada ulat.

Si ulat terdiam, lalu perlahan berjalan mengelilingi kupu-kupu melilitkan benang dari mulutnya, membungkus dirinya bersama kupu-kupu. Menyatu dalam satu kepompong. 

"Dengan begini, kita akan tetap bersama, dengan sekeping hati yang menyatu" ucap ulat kecil, kupu-kupu tersenyum lalu menutup matanya.

Aku masih memperhatikan mereka sore ini, paling tidak kupu-kupu tak lagi sendiri. Bersama ulat yang setia menunggu dan rela berkorban serta menutup lukanya. Dan pada akhirnya mereka telah menyatu dalam satu kepompong putih. Menunggu waktu yang tepat untuk bersama-sama keluar menantang langit.
***


Post a Comment