Analogi Aster Memisah Warna
Table of Contents
Bulan masih menggelayut dilangit
hitam bulan Juni, tak banyak bintang yang bertaburan. Hanya beberapa kilau yang
terlihat, sepi dan menyepi sendiri bersama angin malam. Aster itu masih
terdiam, percakapan dengan temannya tak membuatnya puas, ada yang mengganjal.
Aster terdiam, perlahan dedaunnya kembali
bergerak, sepoi kembali menerpa mereka. Bergerak perlahan melambai pasrah. Tak
ada yang sadar apa yang mereka ucapkan, apa yang mereka perbincangkan. Mereka
hanya bunga.
“Bukannya kita yang pernah
mengatakan bahwa tak sebaiknya kelopak itu kita hamburkan? Biarkan ia tetap
dalam keanekaragaman warnanya, tak perlu dipisah. Biru dan biru, jingga dan
jingga, ungu dan ungu, serta warna lain yang tersebar dalam taman.” Ucap Aster.
“Tak ada masalah dengan itu, toh
kita masih memiliki keindahan. Tak usah kau peduli apa yang dimasa lalu pernah
terucap, ia pasti telah tertelan memori, kenangan yang terhempas angin. Tak ada
yang akan ingat. Walaupun ia pernah terucap seperti apa yang kau ucap. Toh,
mereka akan lupa, walaupun mungkin mereka ingat, mereka tak akan berani
berkata. Rerumput takkan merangkak memangkas kita, kita bunga-bunga legendaris
dalam mitologi bumi dan langit.” Jawab Iris, mengibarkan kelopaknya yang
keunguan, mencoba menebar harum.
“Tapi bukankah beragam dalam satu kesatuan lebih baik dari pada
berada dalam satu wadah namun terpisah? Apa mungkin ini cuma panikogen yang
berlebih dalam otakku dan menyebabkan aku terlalu berlebihan dalam meramal langit
beberapa bulan mendatang ?” balas Aster.
“Entahlah, tidak usah teralu
berlebihan dalam berprasangka. Memisah warna bukan berarti memasang sekat. Kita
Cuma mau liga kita dikenal sebagai awal
dari sebuah peradaban yang mulia, bermartabat, gemilau. Justru itu akan
memotivasi mereka untuk turut serta dalam mengikuti jejak kita.” Lanjut Marygold.
Angin menerpa mereka, berayun berpusat diakar, membuat mereka terlihat melambai
kepada alam.
“Tapi, bukannya peradaban yang
mulia dilihat dari kesederhanaan mereka? Bukan megah gempita dalam menebar
visual dan wewangian yang memabukkan dengan iming-iming kebersamaan? Bukankah
itu yang kemudian memicu kita untuk membanding-banding antara warna yang satu
dan lainnya?” Aster masih belum mengerti, dalam Liga Bunga Dua Belas Bulan cuma
dia bertahan pada pemikiran bahwa tak perlu kelopak dipisahkan berdasarkan
warna. Keberagaman justru yang membuat mereka lebih berwarna. Tapi, Iris dan
Marygold, berpendapat berbeda, mereka seharusnya dikenal. Muncul dipermukaan,
memberikan mereka visual akan apa yang
mereka lakukan. Carnation, Daffodil, Daisy, Lily, Mawar, Delphinium dan Gladiol
memilih untuk bungkam. Chrysantheum dan Poinsettia memiliki sudut pandang yang
sama dengannya, namun lebih memilih untuk mengikuti mereka yang memegang
mayoritas.
“Tak ada bedanya, biarkan
wewangian ini tersebar. Itikad kita baik. Semua pasti akan berjalan baik. Tidak
usah berlebihan.” Timpal Marygold. “Tak perlu kau menjadi dewa, dalam sejarah
Yunani pun, Dewa ditumbangkan. Tak ada yang sepenuhnya berpihak, tak ada yang
sepenuhnya mendukung. Jangan terlalu naif.” Lanjutnya.
Post a Comment