Mereka Masih Tawuran, Basineng

Table of Contents
Basineng, ini kali pertama aku bercerita dua kali dalam sehari kepadamu, semoga kau tidak keberatan mendengarkan. Aku tadi mendapat kabar dari universitas tempatku dulu menempuh pendidikan dijenjang strata satu. Sebuah kabar yang sebenarnya tidak asing lagi, bahkan selama berkuliah disana aku beberapa kali melihat langsung, tawuran. Tapi entah kenapa kabar kali ini membuatku ingin bercerita kepadamu. Aku hanya sedikit kasihan Basineng, di lingkungan universitas yang seyogyanya tempat orang-orang maha terpelajar berada, berulang kali terjadi tawuran karena hal-hal yang terkadang menurutku sangat abu-abu. 

Aku sedikitpun tidak pernah paham, terkadang ketika mendengarkan cerita-cerita dari pelaku yang turun langsung, kebanyakan mereka ikut tawuran hanya karena ikut-ikutan, beberapa bahkan tidak tahu menahu sama sekali alasan dibalik kenapa mereka harus ikut. Ada yang dengan bangga bercerita sembari tertawa puas, seakan-akan tawuran adalah tradisi sakral yang harus dilestarikan, ada pula yang dengan gaya bicara retorik menjelaskan panjang lebar tentang kesolidan dan kesetiakawanan adalah alasan mereka ikut tawuran, kesetiakawanan tidak sebrutal itu menurutku. 

Aku bahkan pernah berpikir Basineng, kalau memang mereka mau, kenapa tidak mengadakan kompetisi gulat, tinju, atau kompetisi lain yang bisa menyalurkan hasrat mereka untuk tawuran dengan lebih gentle, lebih masuk akal dibandingkan prosesi saling lempar batu dan saling mencaci dari jarak jauh, yang ketika kubu yang satu maju, yang lain mundur, kemudian maju dan mundur lagi, bukankah lucu Basineng, merasa jagoan tapi tidak pernah berani untuk berhadapan satu lawan satu secara langsung. 

Aku tak tahu Basineng, sampai kapan aksi jago-jagoan ini akan terus berlanjut, tapi disaat kondisi-kondisi seperti ini terus berlanjut, para pelakunya mungkin belum sadar bahwa dunia semakin cepat berputar meninggalkan mereka. Ketika teman-teman mereka yang lain tengah berjuang untuk mempersiapkan bekal di dunia pasca kuliah, mereka masih ongkang-ongkang kaki menikmati masa mereka dikampus, yang terkadang beberapa dari mereka harus puas dengan status D.O. Andai mereka sadar bahwa tenaga dan pikiran mereka sangat dibutuhkan untuk membantu segala kemelut dan ketertinggalan yang terjadi di kota ataupun bangsa ini, bahwa kita harus berbenah banyak untuk mengejar ketertinggalan kita dari bangsa lain. 

Basineng, walaupun begitu, aku tak bisa sepenuhnya mengutuk, karena aku percaya bahwa banyak diantara mereka yang sebenarnya punya banyak potensi, hanya saja, mungkin belum bisa mereka gali. Mari kita berdoa, semoga mereka-mereka bisa secepatnya menyadarai bahwa dunia mereka di kampus sekarang ini adalah dunia sempit yang seharusnya menjadi tempat mereka mengumpulkan bekal. Dunia diluar sana, jauh lebih ganas, yang jika dihadapi tanpa bekal yang mumpuni hanya akan menjadikan mereka sebagai tawanan peradaban, mengikut pada yang kaya, menjilat pada yang berkuasa. Mari mendoakan mereka Basineng.

*** 




Post a Comment