Showing posts with label adelaide. Show all posts
Showing posts with label adelaide. Show all posts

Wednesday, March 10, 2021

Free Bike Adelaide

Basineng, sekarang aku punya hobi baru, bersepeda.

Aku selalu ingat ketika kita masih duduk dibangku sekolah, waktu itu kita masih kelas tiga SD, dan kita baru saja selesai menghabiskan satu pasta gigi rasa strawberi yang akan kita gunakan untuk praktik sikat gigi pada jam ketiga. 

Kau bercerita tentang keinginanmu untuk bisa membeli sepeda, barang mahal yang pada masa kita dulu adalah hal mengagumkan untuk dimiliki. Aku hanya tersenyum sembari menimpali perkataanmu dengan ejekan. Bukannya tidak mungkin, tapi dengan uang hasil jualan bakwan yang kita kumpul setiap hari sekolah paling tidak kita akan butuh waktu setahun untuk bisa membeli sebuah sepeda, itupun kalau kita tidak punya kelas praktik yang mengharuskan kita membawa pasta gigi lagi.


Dan lagi, mungkin kau lupa bahwa salah satu kekurangan kita tinggal di Malakaji adalah akan sulit bagi kita untuk melakukan beberapa aktifitas tertentu, dan salah satunya adalah bersepeda. Kita tidak pernah bersepeda, bukan tentang sepedanya yang memang tidak kita miliki, tetapi tinggal di daerah perbukitan berarti jalan mendatar akan lebih sedikit dibandingkan jalan terjalnya.

Satu jalan mendatar berbanding sepuluh jalan menanjak. Mungkin bisa menjadi analogi sekaligus penggambaran bagaimana kondisi jalanan di Malakaji. Dan itu berarti jika kita ingin bersepeda, kita harus mempersiapkan betis besi paha baja untuk bisa mengayuh sepedanya di jalan yang menanjak. Mungkin ini juga menjadi salah satu alasan kenapa tidak ada satupun becak yang bisa kita temukan di Malakaji. 

Aku hanya berharap suatu saat nanti aku bisa bertemu kembali denganmu dengan membawa sebuah sepeda untuk bisa kau pakai di Malakaji. Tapi sebelum itu, aku ingin menceritakan pengalamanku disini Basineng.

Basineng, di Adelaide, aku bisa sepuasnya bersepeda tanpa harus membeli sepeda. Tak jauh dari Victoria Square, tepatnya di Carrington Street, terdapat tempat dimana kau bisa menggunakan sepeda dengan gratis yang bisa digunakan untuk berkeliling Adelaide. 


Namanya Bicycle SA, terletak di jalan Carrignton street no. 53. Fasilitas yang memudahkan turis atau pelajar yang ingin berkeliling Adelaide dengan lebih santai. Dan untuk meminjam sepeda disini, syaratnya cuma satu, titip pasport atau SIM. Sangat mudah bukan? kita tidak perlu lagi menabung selama setahun dari uang hasil jualan bakwan Basineng. 

Tapi, disini kita harus berhati-hati dalam bersepeda Basineng. Mulai dari perlengkapan seperti helm sampai pada jalur sepeda yang tidak boleh kita langgar. Kau tahu, denda untuk pengguna sepeda yang tidak menggunakan helm disini bisa sampai AUD 98, kalau di hitung-hitung sekitar satu juta lebih. Jadi kita bisa kena denda sebanyak satu juta lebih hanya karena tidak menggunakan helm. Belum lagi jika lupa menggunakan lampu sepeda pada malam hari atau cuaca yang buruk, kita bisa kena denda sekitar AUD 58, atau sekitar enam ratus ribu rupiah.  Berapa ratus bakwan yang harus kita jual untuk bisa membayar denda itu Basineng.


Ada banyak aturan yang harus kita patuhi disini Basineng, tidak seperti di Malakaji, satu-satunya peraturan adalah kau tidak merusak tanaman atau ladang labu siam warga, dengan itu kau sudah aman menggunakan sepeda dimanapun. 

Aku sangat berharap bisa bersamamu disini, berkeliling menikmati rimbunnya dedaunan yang memerah saat musim gugur, atau menikmati luasnya langit Adelaide dikala musim panas. Ada banyak spot yang instagramable untuk kau masukkan dalam instagrammu yang isinya cuma promosi sirup markisa.

Semoga suatu saat nanti, kita bisa disini bersama. Mewujudkan satu lagi keinginan masa kecil kita.

Share:

Monday, June 22, 2020

Pantai di Adelaide

Malakaji itu ada di bawah kaki gunung Lompo Battang. Terkenal dengan sebutan kota sejuk, suhu ideal untuk menikmati aroma khas pohon pinus tanpa harus menggigil kedinginan walau hanya memakai baju kaos untuk berjalan-jalan disore hari.

Kita menghabiskan masa-masa sekolah kita di sini Basineng. Masa-masa dimana kita banyak melakukan hal-hal konyol hanya karena rasa penasaran. Kau banyak menghabiskan waktumu membaca buku di bawah pohon kecapi samping musallah komplek sekolah. Sesekali kau akan memanjat satu dua dahan dan berbaring di atasnya, menikmati bacaanmu sembari menggigit buah kecapi yang asam. Aku selalu heran kenapa kau bisa tahan dengan rasanya.

Suatu ketika kau bertanya bagaimana rasanya bermain di pantai, sebuah pertanyaan yang juga tak bisa ku jawab. Waktu itu kita memang tak pernah ke pantai. Batas kecamatan adalah jarak terjauh yang bisa kita jelajah kala itu, selain kita memang masih anak-anak, nenek tak akan pernah memberikan kita izin untuk pergi jauh tanpa dia. Dan kita tahu, nenek tidak pernah mau pergi jauh dari rumahnya.

Buku-buku di perpustakaan sekolah tidak pernah bisa menjawab pertanyaan kita tentang pantai. Selain karena terbatas, buku-buku di perpustakaan sekolah kebanyakan berisi kumpulan buku-buku sejarah tua yang berisikan penjelasan tentang Pithecanthropus Paleojavanicus.

Kita selalu mendengar cerita tentang Bira, salah satu pantai terindah yang ada di Sulawesi Selatan. Namun lagi-lagi, kita hanya bisa membayangkannya lewat kata dan membangun sendiri gambaran pantai Bira di dalam kepala. Yang aku yakin, akan sangat berbeda dengan pantai Bira yang sesungguhnya.

Dan sampai akhirnya kita berpisah, kita tidak pernah menginjakkan kaki di tanah berpasir untuk sekedar melihat ombak yang saling berkejaran. 


***

Pantai Adelaide

Basineng, aku kembali menuliskan surat untukmu. Ku ingat waktu kita di masa lalu, waktu ketika kau berbicara banyak tentang pantai, tentang pasirnya yang putih, tentang ombak yang berkejaran, juga tentang perahu-perahu kecil yang bisa kita lihat dari kejauhan. Aku selalu percaya kau pandai bercerita, dan juga sangat detail dalam menyampaikan ceritamu. Namun, ketika kau berbicara tentang pantai, kulihat lidahmu tak seluwes itu.



Kita berteman sudah sangat lama, dan kita punya peran kita masing-masing. Aku selalu jadi pendengar dan kau yang bercerita. Kali ini biarkan aku yang bercerita, bukan untuk membuatmu cemburu ataupun mengambil peranmu dalam ruang pertemanan kita. 

Hari ini aku menemukan lagi satu hal yang membuatku jatuh cinta dengan Adelaide, pantai.


Salah satu berkah yang kudapatkan melanjutkan kuliah di Adelaide adalah pantainya yang eksotik serta aksesnya yang sangat mudah dari kota. Di surat ini aku akan menceritakan enam pantai yang sangat aku sukai di Adelaide. Semoga kau menyukainya.


Glenelg

Glenelg adalah pantai yang paling sering kudatangi Basineng, aksesnya sangat mudah. Hanya dengan naik tram atau bus dari city ke arah barat daya, kurang dari 30 menit kita sudah akan sampai tepat di depan pantai dengan pemandangan yang eksotis. Kau bisa berjalan-jalan di jetty Glenelg untuk menikmati deru ombak pantai atau sekadar melihat ikan di yang saling berkejaran di pantai.



Di kelilingi kafe yang meyajikan banyak pilihan makanan, menjadikan Glenelg adalah pilihan paling tepat untuk menghabiskan waktu lowong di tengah-tengah kesibukan kuliah. Selain tempatnya asik, aksesnya juga sangat mudah dan cepat.

Brighton

Brighton adalah pantai yang mirip dengan Glenelg, jaraknya juga hanya sekitar 10 menit dari Glenelg. Pemandangan yang di sajikan di Brighton juga kurang lebih sama dengan Glenelg. 

Yang membuat Brighton istimewa adalah War Memorial Archnya. Sebuah simbol yang tiap tahun digunakan sebagai lokasi untuk mengadakan Dawn Services pada perayaan Anzac Day untuk menghormati para pejuang yang gugur pada misi militer di Galepoli, Turki.

Selain itu, Brighton Jetty merupakan Jetty yang telah berdiri lebih dari 100 tahun, didirikan pada tahun 1886 dan mengalami perombakan setelah mengalami kerusakan parah karena badai pad atahun 1994.

Henley

Basineng, jika kau ingin menikmati pantai di daerah barat Adelaide, datanglah ke Henley beach. Suasana yang nyaman, lapangan berumput yang luas untukmu berbaring dan menatap langit, kafe dan restoran berkualitas, kentang goreng dan es krim adalah hal-hal yang akan kau temui begitu menjejakkan kaki di Henley beach.

Akses ke Henley sedikit lebih lama dan hanya bisa menggunakan bus dan kendaraan pribadi. Belum ada jalur tram terakhir kali aku ke pantai ini Basineng. 

Semaphore

Pantai Semaphore adalah salah satu pantai yang sering kudatangi Basineng, terutama pada saat kite festival di musim panas. Pada saat fesitval kau akan melihat ratusan layang-layang dengan berbagai warna, ukuran dan bentuk yang terbang tertiup angin menghiasi langit biru di semaphore. 

Pantai di arah Barat Laut city ini merupakan pantai yang juga menyajikan pemandangan eksotis kolaborasi pantai dan bangunan-bangunan tua yang mengelilinya. Menjadi salah satu destinasi terbaik jika menyukai panorama dan pemandangan gedung-gedung tua dengan latar pantai dan senja.

Port Noarlunga

Selanjutnya adalah pantai Port Noarlunga. Pantai yang berada di selatan barat daya city ini menyajikan pemandangan yang eksotis. Kau bisa menikmati indahnya pantai yang biru di atas bukit di sekitar pantai. Setiap tahun di sini akan ada fesitval sand sculpture, festival yang menyajikan puluhan patung pasir yang dibuat oleh para seniman psir di Adelaide.


Aku tahu kau tidak pandai menyelam Basineng, tapi ku harap kau mau melakukannya di Port Noarlunga ini. Lokasi menyelam di Port Noarlunga merupakan salah satu yang menurutku sangat indah.



Port Willunga

Jika kau tanya pantai apa yang menjadi pantai favoritku Basineng, maka aku menjawab akan menjawab Port Willunga. Ini merupakan pantai yang juga berada di selatan barat daya city, namun memakan waktu yang sedikit lebih lama, sekitar 1 jam 30 menit dari city jika menggunakan bus. kau bisa menghemat 30 menit waktumu jika menggunakan kendaraan pribadi. 



Port Willunga in di kelilingi bukit putih yang eksotis Basineng. Kau akan menyaksikan pemandangan yang begitu spektakuler ketika menginjakkan kaki di pantai ini. Datanglah menjelang senja Basineng. Nikmati kilau emas jingga di pintu gua-gua kecil di bawah bukit-bukit kecil di sekitar pantai. Aku selalu suka dengan pantai ini. 



Basineng, ku harap kau sekarang bisa sedikit lebih tahu tentang pantai kepada teman-teman kita di Malakaji. Aku akan kembali bercerita padamu tentang Adelaide. Nanti.

Share:

Monday, June 15, 2020

Anzac Day Adelaide

Kemarau di Malakaji selalu berbeda di bulan Agustus. Bulan itu pohon-pohon cengkeh terlihat indah dengan warna hijau kemerahan yang memanjakan mata. Bunga cengkeh yang bertebaran di tanah, aroma khas dari cengkeh yang mengering, hingga gradasi warna merah di pohon-pohon cengkeh adalah hal yang selalu kita sukai ketika bulan Agustus menyapa.

Namun ada satu hal yang selalu kita hindari saat Agustus, Basineng. Panen. Kita memang penyuka keindahan gradasi warna cengkeh dan wangi khasnya. Tapi memanen cengkeh di atas pohonnya yang tinggi bukanlah kegiatan favorit kita. Selain karena kita berdua tidak pernah suka dengan ketinggian, memanen cengkeh berarti kita harus berada di kebun seharian. Dan itu juga berarti, kita akan kehilangan momen untuk menikmati perayaan hari kemerdekaan di lapangan desa dekat rumah. 

Perayaan hari kemerdekaan di Malakaji seperti halnya di desa atau kelurahan lain. Semarak permainan tradisional, anak-anak pramuka berkemah di lapangan desa, pawai dan lomba gerak jalan adalah sederet kegiatan yang tidak pernah mau kita lewatkan. 

Basineng, kau sangat suka riuh sorak di lapangan ketika permainan tradisional sudah dimulai. Kau akan tergelak melihat tingkah konyol bapak-bapak berkumis mengejar bola sambil memakai daster, atau para remaja yang saling jatuh tindih sambil berusaha memanjat pohon pinang yang telah diolesi pelumas, berlomba untuk memperebutkan hadiah di ujung pinang.

Aku ingat Basineng, semua semarak hari perayaan kemerdekaan di bulan Agustus. Bulan dimana kita selalu diam-diam keluar malam agar bisa ke lapangan desa, menghabiskan uang yang kita tabung sekeping dua keping untuk membeli kacang rebus dan sebutir telur asin, lalu duduk di pinggir lapangan sambil memperhatikan orang-orang berlalu lalang dengan semua kesibukan mereka.


***

Anzac Day in Adelaide

Basineng, hari ini salah satu hari tercerah Adelaide di bulan April. Aku dan Randi akan pergi ke city untuk melihat perayaan Anzac Day, sebuah perayaan yang tiap tahun dilaksanakan setiap tanggal 25 April. 



Anzac Day ini merupakan hari yang menandai pendaratan pasukan Australia dan Selandia Baru di Gallipoli, Turki. Ini merupakan aksi militer terbesar yang melibatkan tentara Australia dan Selandia Baru pada saat Perang Dunia Pertama.

Sebenarnya hari ini merupakan hari berbelasungkawa Basineng. Ribuan orang kehilangan jiwanya. 60.000 tentara Turki dan 50.000 pasukan sekutu, termasuk 8.709 tentara Australia dan 2.7000 tentara Selandia Baru pada aksi militer ini.

Basineng, apa kau tahu bahwa aksi militer ini merupakan kekalahan yang besar bagi militer Australia dan sekutunya. Dan ini tentunya menjadi kerugian yang besar bagi Australia karena pada saat itu Australia masih termasuk negara yang baru. 

Tapi peristiwa tersebut tetap memainkan peranan penting bagi Australia dan Selandia Baru, terutama untuk menentukan identitas nasional keduanya. Seperti yang selalu kau katakan Basineng, kadang kekalahan bisa menjadi cerminan bagi kita, sejauh apa kita telah melangkah, dan sejauh apa kita akan melangkah kedepannya.

Apa kau ingat malam renungan yang tiap Agustus kita lakukan di tanggal 17 dini hari? Itu semacam tradisi dan kita rutin melakukannya ketika ikut kegiatan perkemahan sebagai seorang anak pramuka. Ini sebagai salah satu kegiatan untuk menghormati jasa-jasa pahlawan yang telah gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan kita.

Seperti halnya kita yang melakukan tradisi tersebut. Di sini, di Adelaide, mereka juga punya tradisi mereka sendiri.

Dawn Service


Dawn Service ini seperti halnya malam renungan yang sering kita lakukan di tanggal 17 dini hari. Pada saat subuh hari atau fajar orang-orang berkumpul untuk mengenang para tentara yang terlibat dalam peristiwa Anzac dan melakukan hening cipta selama kurang lebih satu menit.

The Last Post


Pada akhir kegiatan dawn service, akan ada terompet yang dibunyikan sebagai simbol bahwa bahwa tugas orang yang meninggal tersebut telah selesai, dan saatnya mereka beristirahat dengan tenang. 

Minute of Silence


Setelah The Last Post, ada Minute of Silence. Kita menyebutnya mengheningkan cipta Basineng. Ini merupakan moment satu menit yang menjadi pengingat bagi mereka yang hadir pada perayaan ini dan menunjukkan rasa hormat dan syukur akan pengabdian para tentara.

Gunfire Breakfast


"Gunfire" merupakan istilah yang sering dipakai dalam militer Basineng. Merujuk pada sajian teh yang diberikan kepada tentara di pagi hari.

Pada hari Anzac Day ini, banyak organisasi atau komunitas yang mengadakan sarapan bersama setelah rentetan kegiatan Dawn Service dengan menyajikan menu tradisional seperti bacon, telur, sosis, kopi, teh atau susu dengan rum.

Pawai Anzac

Basineng, apa kau ingat kegiatan pawai gerak jalan yang sering diadakan setiap tanggal 15 aatu 16 Agustus di Malakaji? Setiap peringatan Anzac Day mereka juga punya pawai. Dan aku sangat suka melihatnya, dan aku yakin kau pun begitu andai saja kau ada disini.




Pada awalnya pawai ini hanya untuk mereka para veteran perang dunia pertama, namun dengan berjalannya waktu, mereka yang pernah berjuang di daerah konflik dan membantu operasi perdamaian atau kegiatan kemanusiaan juga bisa ikut berpawai.




Permainan Two Up


Kau tidak suka berjudi Basineng. Tapi apa kau tahu bahwa salah satu tradisi perayaan Anzac Day yang banyak digemari adalah permainan Two Up? 

Sebuah permainan judi Australia yang bisa di lakukan di luar tempat permainan judi. Aku tak tahu persis cara mainnya Basineng. Mungkin kau bisa mencarinya di internet.

Biskuit Anzac


Dahulu istri para tentara membuat biskuit menggunakan gandum atau tepung tanpa menggunakan telur agar tahan lama. Dan hasilnya adalah biskuit keras dan susah untuk dikunyah. Bahkan dahulu katanya para tentara harus menumbuknya atau membuatnya menjadi bubur agar bisa dimakan. 

Dan pada perayaan Anzac Day, banyak organisasi veteran perang yang membuat biskuit ini dan menjualnya untuk penggalangan dana.

Rosemary


Basineng, rosemary adalah bunga yang tumbuh secara liar di semenanjung Gallipoli, Turki. Sebuah bunga yang menjadi pengingat para pejuang aksi militer di Turki. Pada saat Anzac day, banyak veteran atau peserta pawai yang menggunakan rangkaian rosemary di kerah baju mereka. 

Footy (Sepak Bola ala Australia) dan Siarah


Selain kegiatan di atas, pada perayaan Anzac Day masyarakat Australian melakukan siarah ke berbagai tempat yang terkait dengan sejarah perang. Dan pergi menonton Footy yang khusus di adakan untuk hari Anzac Day ini. Footy ini merupakan pertandingan footy terbesar diluar musim kompetisi.

Basineng, aku sangat senang berada di perayaan ini, bukan hanya karena Anzac Day adalah budaya yang baru aku temui di Australia ini. Tapi karena ini mengingatkanku kembali pada masa beberapa tahun silam, ketika kau dan aku tenggelam dalam sorak riuh perayaan hari kemerdekaan di Malakaji. Aku merindukan masa itu. Dan semoga kita bisa bertemu kembali, menikmati perayaan yang sama, dengan suasana yang lebih baik.


Referensi: Republika.co.id
Share:

Tuesday, June 9, 2020

Sunday Market Adelaide

Kita paling benci diajak ke pasar Basineng.

Dulu kita selalu diam-diam lari dan bersembunyi di kebun cengkeh belakang rumah jika akan diajak ke pasar. Kau selalu benci tanah becek, dan aku tidak suka bau ikan yang bercampur bau tembakau. Di beberapa kesempatan kita bisa lari dari kewajiban kita untuk membantu nenek membawakan barang belanjaannya, namun di banyak kesempatan lain kita pada akhirnya akan mengekor di belakangnya sambil menggendong dua atau tiga kantong kresek yang biasanya berisi ikan kering, sayur labu, lammang dan kebutuhan dapur lainnya.

Kita selalu senang ketika lewat di jajaran penjual mainan yang berada di lorong ketiga arah kanan dari gerbang timur pasar. Kita hanya bisa melihat-lihat, sesekali memegang sembari tersenyum kecut kepada penjualnya yang memasang muka sinis melihat kelakuan kita. Dia mungkin sudah tahu, bahwa kemampuan kita hanya sebatas melihat mainan-mainan itu, membeli mainan tidak pernah masuk kedalam agenda kita ke pasar.

Aku ingat kita pernah nekat mencuri sekeping dua keping dari tabungan Sabanong, teman sekamar kita di rumah nenek. Kita sangat ingin membeli mainan robot berlampu warna warni, dengan stiker bertuliskan Voltron di badan mainan robot itu. Yang pada akhirnya, uang tersebut kita gunakan untuk membeli buku Juz Amma karena takut masuk neraka. Sayangnya, buku Juz Amma itu tidak pernah sekalipun kita baca, yang ku ingat malah Sabanong yang tiap subuh membacanya.


***



Basineng, hari ini aku ingin bercerita tentang rutinitasku setiap hari minggu.

Sunday Market Adelaide

Bulan ini sudah awal musim semi di Adelaide, tapi sisa-sisa musim dingin masih melekat di setiap inci kulitku. Tapi mau tidak mau aku harus bangun dan berbenah Basineng. Aku dan Randi, teman satu unitku, akan pergi ke daerah Brighton untuk mengunjungi Sunday Market, pasar tradisional ala Ausie yang selalu menjadi tempat perburuan kami setiap hari minggu. Tapi jangan bayangkan pasar di sini akan sama bau dan beceknya dengan Pasar Malakaji yang selalu kita datangi bersama nenek di masa yang lalu. Disini tak ada bau amis ikan kering bercampur tembakau. Suasana pasar disini bersih, tidak ada genangan air keruh bercampur sisik ikan dan potongan pelepah daun pisang sisa bungkus tempe.




Sunday market ini selalu menjadi favorit bagi mahasiswa Indonesia yang ada di Adelaide, karena selain harganya yang jauh lebih murah di bandingkan berbelanja ke mini market, disini kami bisa melakukan kebiasaan ibu-ibu legend Indonesia, membeli pakaian bekas yang berkelas dan menawar harga, walaupun untuk hal menawar harga jangan sering-sering dilakukan karena orang sini sangat tidak suka jualan mereka ditawar. Di Sunday Market ini tersedia banyak jenis jualan, mulai dari sayur mayur dan kebutuhan dapur sampai pada buku-buku bekas berkualitass dengan harga miring. Sebagai mahasiswa penganut "save your money for next year road trip" garis keras, berbelanja di Sunday Market untuk kebutuhan seminggu adalah sebuah kewajiban yang tidak boleh terlewatkan. 

Di South Australia, khususnya di Adelaide ada banyak lokasi Sunday Market yang bisa menjadi pilihan kalian. Main North Road (Gepps Cross), Rose Terrace (Adelaide Showground), atau Fullarton Rd -dan masih banyak lagi- merupakan pilihan tempat yang bisa kalian kunjungi. 

Aku paling suka berburu buku bekas di Sunday Market, Basineng. Hanya dengan $5 dollar aku bisa mendapatkan banyak buku dalam satu kardus. Aku bahkan pernah membeli tujuh seri Novel Harry Potter dengan harga kurang dari $15. Aku ingat kau suka dengan Harry Potter, film masa kecil kita yang sangat ingin kau baca novelnya. Yang pada waktu itu membelinya adalah hal mustahil, selain karena harganya yang sangat mahal, di Malakaji tidak ada toko buku. Mungkin itu alasan kenapa pengetahuan kita hanya sebatas buku lusuh yang ada di perpustakaan sekolah.

Selain buku, aku sangat suka berburu buah di Sunday Market, terutama cery dan anggur tanpa biji (Seedless Grape). Buah kelas atas yang ketika di Indonesia kita harus menabung untuk membelinya karena harganya yang mahal. Kau tahu Basineng, setelah mencoba buah cery disini, aku semakin yakin bahwa buah cery di kue ulang tahun yang sering kita makan dulu bukanlah buah cery, sepertinya itu hanya gula berbentuk cery.

Harus kuakhiri ceritaku sampai disini Basineng, kami sudah akan berangkat, aku harus menyiapkan keranjang belanja untuk ke Sunday Market. Akan ku temui kau di cerita selanjutnya.


Share:

Thursday, April 20, 2017

Jingga Bukan Hanya Milik Senja (Musim Gugur di Adelaide)



Basineng, aku tahu kau penyuka jingga. Beberapa kali kudapati kau begitu senang menghabiskan waktu di pinggiran pantai memandangi rona bulat yang memendar jingga di ufuk barat. Aku ingin berbagi cerita denganmu tentang keindahan lain dari jingga yang begitu kau kagumi. 

Tapi bukan pendar oranye di ujung laut dan kaki langit yang ingin kuceritakan kali ini Basineng. Tapi lebih kepada musim gugur di kota Adelaide yang bukan hanya membawa desir angin dengan suhu mendekati belasan, namun juga keindahan dedaun yang mulai mengering dan jatuh berguguran. Kau bisa melihat diantara banyak dedaun yang berguguran, berbaris puluhan pohon yang memendar jingga dengan daunnya. Memberikan kesan hangat diantara dinginnya suhu dipertengahan musim gugur. 

Ini adalah musim gugur pertamaku Basineng, musim gugur yang memberi kesan tenang dan hangat. Ditambah lagi dua minggu semester break menjadikan musim gugur menjadi lebih mengasyikkan. Dua minggu liburan yang cocok untuk menikmati musim semi di Adelaide. Ada beberapa pilihan lokasi Basineng, namun, ada dua pilihan yang menjadi destinasi paling banyak dikunjungi oleh masyarakat disini, Mount Lofty dan Hahndorf. Keduanya menyajikan nuansa hangat yang menjajikan kepuasan mata untuk memandang keindahan pepohonan yang mulai menguning maupun merona oranye. 

Mount Lofty berjarak 15 km arah timur Adelaide, bias ditempuh dengan menggunakan Bus ataupun kendaraan pribadi, tapi jika ingin menggunakan kendaraan pribadi, kusarankan atur waktu sebaik-baiknya karena tempat parkir seringkali menjadi masalah. Atau jika kalian ingin menikmati suasana Mount Lofty tanpa takut tidak mendapatkan tempat parkir, menggunakan bus adalah pilihan yang paling baik. 

Kita bisa menggunakan bus 864F atau 860F dari City, lalu turun di stop 24A Zone Crafers Park N Ride, lalu jalan sekitar 1 menit ke stop 24 A Zone A Crafers Park N Ride dan melanjutkan perjalanan menuju stop 30B Piccadilly Rd North West Side. Dari sini kita masih perlu berjalan sekitar 1.3 km (+ 19 menit). Perjalanan panjang yang akan terbayar dengan keindahan Mount Lofty. 

Hahndorf adalah destinasi yang tidak kalah menariknya dari Mount Lofty. Jika Mount Lofty menyajikan pemandangan asri dari sebuah botanical garden, maka Handorf menyajikan suasana perkampungan masyarakat Eropa tempo dulu yang dikolaborasikan dengan gaya Australia. Hahndorf merupakan Kampung imigran Jerman tertua di Australia yang terletak sejauh 28 km dari Adelaide, dan merupakan salah satu tourism spot yang penting di Adelaide. 




Untuk sampai ke Hahndorf, kita bisa menggunakan bus 860F, 841F, T840, atau 840X. Untuk durasi perjalanan 60 menit, maka sebaiknya kita menggunalan Bus 860F atau 841F, dan turun di stop 55 Mt Barker Rd-East Side. Sedangkan bus T840 dan 840X akan memakan waktu lebih banyak sekitar 80-100 menit karena kita masih harus turun di bus stop 64 Hutchinson St-West Side, lalu melanjutkan perjalanan ke stop 54A Mt Barker Rd menggunaan Bus 864. Tempat yang mengagumkan selalu dimulai dengan perjalanan yang panjang, Basineng. 




Aku harap, setelah membaca kisah ini, kau bisa paham Basineng, bahwa keindahan yang disajikan oleh pendar oranye bukan hanya tentang senja dan lembayungnya, tapi juga dari sisi lain bukit yang dipenuhi oleh dedaun yang mulai mengering. Sampai ketemu lagi dikisah berikutnya Basineng.


Share:

Sunday, March 19, 2017

Mengenal Transportasi Adelaide

Perjalanan keluar dari kampung halaman adalah sesuatu yang seru untuk diceritakan Basineng, melihat hal-hal baru yang belum pernah kita dapatkan sebelumnya, melihat gedung-gedung menawan yang tidak pernah kita temui. Sekalipun itu hanya perjalanan menuju ibu kota provinsi, untuk bocah yang usianya baru saja menginjak 8 tahun, seperti kita, adalah cerita menyenangkan untuk dibagi. 

Aku ingat pernah menceritakan kepadamu, bagaimana aku mengunjungi Makassar bersama nenek, ibu kota provinsi yang berjarak 4 jam perjalanan dari kampung kita, Malakaji. Perjalanan yang melelahkan menggunakan mobil kijang tua dimana kursi yang seharusnya hanya muat empat orang dengan ajaibnya bisa dijejali sebanyak lima atau enam orang. 

Bau solar kadang membuat beberapa orang tak lagi mampu untuk menahan mual, belum lagi penumpang perokok yang tidak peduli dengan asap rokok yang ia kepulkan didalam mobil yang penuh sesak, atau kakek-kakek tua yang membawa tembakau kering dalam karung terapit dibawah kedua lengannya menambah jenis bau yang harus kami hirup selama perjalanan. 

Aku selalu merajuk untuk dibiarkan duduk dekat dengan jendela, bukan karena aneka ragam bau dimobil Basineng, aku bisa tahan dengan itu, aku hanya suka dengan angin yang menyapa ketika kukeluarkan tanganku dari jendela mobil.

Perjalanan yang penuh dengan bebauan itu kemudian berlanjut menggunakan bus yang dulu lebih sering disebut DAMRI, nama perusahaan yang lebih dikenal sebagai jenis transportasi, bukti nyata majas metonomia kurasa. Paling tidak, disini suasana lebih menyenangkan, hiburan bukan lagi tape recorder yang mengulang-ulang lagu yang sama selama 4 jam perjalanan, penjual asongan dan pengamen jalanan mampu menjadi hiburan tersendiri di atas bus, dan yang lebih menyenangkannya, nenek membeli banyak cemilan.

Itu kisah yang kuceritakan padamu lebih dari satu dekade yang lalu, sekarang aku akan bercerita tentang perjalananku yang lain Basineng, perjalan yang sama sekali tidak menawarkan bebauan asap rokok, tembakau kering dan solar yang menusuk hidung. Kali ini perjalananku berbeda. 

Adelaide, di kota yang dikenal sebagai kota festival ini aku sering bepergian, ada banyak destinasi yang bisa kudatangi, destinasi yang menawarkan eksotisme pantai dan senja dipenghujung hari, ataupun keindahan hutan dan ladang anggur yang menghijau. Tapi, kali ini aku tidak akan bercerita banyak tentang tempat-tempat fantastis tersebut Basineng, aku akan menceritakannya dilain waktu, kali ini aku ingin bercerita tentang sarana transportasi yang sering kugunakan untuk mengunjungi lokasi-lokasi tersebut.

Basineng, di Adelaide, orang-orang lebih condong untuk menggunakan sarana transportasi umum, baik itu kereta, trem, atau bis. Selain karena disini biaya parkir untuk kendaraan roda empat tergolong mahal, pemerintah juga betul-betul serius dalam menyediakan dan mengatur layanan transportasi publik. 

Pemerintah kota Adelaide menjalankan sistem transportasi yang disebut Adelaide Metro, untuk layanan transportasi seputar Adelaide dan Connect SA untuk layanan bus regional. Sistem ini dibawahi Divisi Public Transport Services dari Department of Planning, Transport and Infrastructure yang merupakan upaya untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat akan layanan transportasi yang baik dan terjangkau.

Ada banyak kemudahan yang dibuat untuk membuat kita nyaman dalam menggunakan sarana transportasi publik, akan kujelaskan padamu satu persatu Basineng, dan semoga kau tidak alergi membaca penjelasanku yang terlampau deskriptif.

Akan kumulai dengan bagaimana kita membayar sarana trasnportasi disini Basineng. Ada dua opsi yang disediakan oleh system Adelaide Metro dalam hal membayar sarana transportasi, dengan metroticket atau metrocard. Metroticket merupakan tiket berbentuk kertas yang digunakan jangka pendek, sedangkan metrocard adalah tiket berbentuk kartu yang digunakan untuk jangka panjang. 

Perbedaan mendasar dari keduanya bukan hanya dari bentuk dan bahannya, namun juga penetapan harganya. Menggunakan metrocard jauh lebih murah dibandingkan menggunakan metroticket. Selain itu kau harus tahu kapan peak travel time dan interpeak travel time, karena perbedaan harga dikedua waktu tersebut juga lumayan berbeda. Agak memusingkan Basineng? Jangan khawatir, untuk lebih sederhananya kau bisa lihat gambar berikut, digambar tersebut kau bisa tahu perbedaannya. 



Basineng, aku pribadi menggunakan metrocard, murah soalnya. Tapi, ku sarankan jika suatu saat kau juga punya kesempatan untuk bertandang ke kota festival ini dan ingin menggunakan metrocard, kau harus tahu terlebih dahulu jenis metrocard apa yang harus kau ambil.

Metrocard ada empat jenis Basineng, regular, concession, students, dan seniors. Metrocard regular diperuntukkan bagi mereka yang berusia diatas 15 tahun dan tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan concession fare, atau lebih sederhananya orang-orang yang tidak memenuhi syarat untuk diberi subsidi. 

Metrocard Concession diperuntukkan bagi mereka yang berstatus full time tertiary dan post secondary students, jadi jika kau datang dengan status mahasiswa disini, kartu ini yang harus kau ambil, tapi ingat kauu harus selalu membawa student ID mu sebagai bukti jika tiba-tiba ada pemeriksaan metrocard, mereka secara seringkali melakukannya secara acak Basineng. 

Dan jangan pernah coba-coba untuk menggunkan metrocard concession orang lain untuk bepergian Basineng, ketika kedapatan, fine disini lumayan mencekik kantong. Kemudian metrocard students diperuntukkan bagi primary dan secondary school students atau sekitar umur 5 sampai 14 tahun. Dan yang terakhir, seniors card yang merupakan kartu bagi permanent resident yang telah berumur 60 tahun atau lebih dan tidak lagi bekerja lebih dari 20 jam kerja. 

Dan untuk membeli kartu tersebut kau bisa langsung datang ke kantor Adelaide Metro atau mengunjungi Post, dengan harga $5 untuk regular, $ 3.5 untuk concession dan students. Ketika pertama kali membeli, otomatis kau akan memiliki balance sebanyak $5, setelah itu terserah kau Basineng mau mengisi berapa.

Cara pengisiannya pun kau bisa memilih mulai dari $15, $20, $30, $40, $60, $90, $120, dan $140, atau jika memang kau ingin sepuas-puasnya bepergian disini kau bisa menggunakan paket 28 day-pass, jika menggunakan paket ini maka kau memiliki akses yang tidak terbatas dalam menggunakan bis, trem, ataupun kereta selama 28 hari. Relatif sangat murah jika memang kau ingin banyak berpegian selama disini. 


Harga paket 28-day pass 

Sepertinya aku sudah bercerita sangat panjang Basineng, masih banyak yang ingin kuceritakan padamu tentang transportasi disini, tapi sepertinya kantuk lebih mendominasi. Sebaiknya aku melanjutkan ceritaku nanti, kau mungkin masih belum tahu bagaimana mereka mengatur rupa bis, trem, dan kereta disini, pada kondisi apa kita bisa menggunakan bus dan trem dengan gratis di area city, dan bagimana kondisi lalu lintas disini Basineng. Tenang saja, akan kuceritakan dikesempatan lainnya. Semoga kau senang membaca ceritaku Basineng, akan kujumpai kau diparagraf-paragraf panjang berikutnya.
Share:

Monday, January 30, 2017

Mesjid, Adelaide [2]


Basineng, aku ingat ketika dulu, jika jingga sudah terbias dari ufuk barat langit kita akan tergesa untuk segera pulang kerumah masing-masing, kita selalu mewaspadai sapu ijuk dan teriakan keras dari ujung lapangan, kau oleh ibumu, aku oleh nenekku. Kita sudah paham bagaimana sapu ijuk itu akan beraksi ketika adzan magrib berkumandang dan kita belum pulang kerumah. 

Tak menunggu lama setelah kita pulang kerumah masing-masing, kau sudah di depan pintu rumahku lagi, dengan sarung cokelat dan baju koko andalan yang hampir tiap hari kau pakai untuk ke mesjid, entah kau punya lebih dari satu baju dengan motif yang sama ataukah kau memang selalu memakainya tiap hari. Sehabis shalat magrib, kita tak langsung beranjak pulang kerumah, tatapan tajam dari ibumu dan nenekku memaku pose kita agar tetap duduk bersila disudut mesjid sembari merapalkan ayat-ayat suci. 

Sudah menjadi rutinitas beberapa keluarga sekitaran mesjid untuk tetap tinggal setelah shalat magrib, mengaji dan menunggu waktu shalat isya. Sebuah rutinitas yang kala itu seringkali membuat kita kesal karena pada jam yang sama film kartun favorit kita sedang tayang. 

Namun, rutinitas itu yang kemudian membuat kita bisa banyak bercerita, jika sehabis mengaji waktu isya belum masuk, para orang tua akan mulai bercengkrama tentang politik ataupun isu terkini yang mereka lihat ditelevisi, dan kau pasti akan mulai bercerita tentang apa saja, lebih sering cerita lucu, cerita yang kau dapat dari hasil menggunting secara diam-diam rubrik humor koran lama diperpustakaan sekolah. Salah satu rahasia kecilmu. 

Jika musim penghujan, rutinitas kita akan bertambah tiap sore, membersihkan lumpur dan kotoran di teras mesjid. Kau yang mengambil air, aku yang mengepel lantainya. Setelah bersih, kita tak langsung beranjak pulang, secara bergantian kita masih mengambil air dan berseluncur dilantai yang kembali licin karena guyuran air. Kegiatan sederhana disore hari yang mampu memantik gelak tawa.

Sekali lagi dengan pola yang sama, kita akan berhenti jika gelap sudah merayap di kaki langit. Sejauh aku mengingat, mesjid merupakan salah satu tempat dimana kita banyak menghabiskan waktu bermain kala itu, masa dimana satu-satunya yang membuat kita khawatir adalah panggilan untuk pulang ketika magrib sudah tiba.


--- 

Mesjid di Adelaide

Basineng, salah satu kekhawatiranku sebelum menjejakkan kaki di Adelaide adalah kerinduan akan aroma karpet mesjid dan suasana bercakap ringan sembari menunggu Isya. Namun, kekhawatiranku terbantahkan, secara kebetulan aku mendapat temporary unit yang lokasinya tepat berada disamping salah satu mesjid di Adelaide, tepatnya di Islamic Society of South Australia, Marion Mosque yang terletak di Marion Road Park Holme. 

Aku masih bisa merasakan bau karpet itu Basineng, walaupun mungkin berbeda dengan bau karpet mesjid di kampung kita. Tinggal di dekat mesjid merupakan hal yang paling ku syukuri disini, bukan hanya karena aku bisa lebih dekat dengan tempat dimana doa akan lebih khidmat untuk terpanjatkan, tapi karena keramah tamahan jamaah mesjid yang sering kali memberi makanan kepada kami yang berada disekitar mesjid.

Bahkan suatu ketika, waktu menunjukkan pukul sembilan malam lebih dan kudengar pintu unitku diketuk, setelah membuka pintu aku sedikit heran melihat seorang pemuda berdiri dan memberiku kardus ukuran sedang yang berisi daging sapi. Maka nikmat tuhan mana lagi yang mampu kita dustakan Basineng. 

Sayangnya aku hanya sebulan disana, setelahnya aku pindah ke unit lain di daerah Kuralta Park, Anzac Highway, yang jaraknya sekitar 15 menit menggunakan bus dari Park Holme. Tapi tenang saja Basineng, setelah mencari tahu, ada beberapa mesjid lainnya di Adelaide. Diantaranya Central Mosque Adelaide yang terletak di Little Gilbert dan merupakan mesjid tertua di Australia, didirikan pada tahun 1888.

Lalu, mesjid yang terletak di Torrens Rd, Woodville North, bernama Mesjid Al-Khalil. Jadi, kau tidak perlu bertanya apakah aku akan melewatkan banyak shalat Jumat atau tidak Basineng. Lagi pula, di University of Adelaide North Terrace, terdapat dua spot tempat untuk shalat yang disediakan oleh pihak universitas, di Union House Lt. 6, dan di gedung Nexus 10 lantai dasar. 

Untuk ketercukupan kebutuhan rohaniah kukira tidak perlu terlalu dirisaukan disini, karena ada banyak tempat dimana orang-orang bisa mencurah doa dan harap ketika masalah datang dan membuat semangat goyah. Aku senang berada disini Basineng, Adelaide.

Share:

Thursday, January 26, 2017

Mimpi yang terlunasi, Adelaide [1]



Basineng, maaf aku baru mengabarimu sekarang. Ada banyak hal yang menjadi alasanku untuk menunda kisahku untuk kuceritakan padamu. Waktu sudah lewat enam bulan, waktu yang cukup lama untuk tak berkabar, namun absenku dalam bercerita bukan tanpa alasan. Aku punya alasan yang tepat, yang mungkin tak akan kujelaskan disini karena aku takut ceritaku akan lama sekedar untuk menjelaskan satu persatu alasan tersebut. 

Sekarang aku sudah siap untuk bercerita lagi, tapi sebelumnya, aku ingin tahu bagaimana kabarmu? Semoga kau baik-baik saja, bagaimana dengan pohon-pohon cengkeh di kebun belakang rumahmu? Agustus sudah lewat, bulan dimana buah cengkeh memerah dan siap untuk dipetik. Ku harap hasil panenmu banyak, seperti pada saat kita bersama memetiknya menggunakan tangga bambu yang diikat kebadan pohon, masa yang indah untuk dikenang Basineng, tapi jujur sedikit enggan untuk kuulang, aku ngeri ketinggian. 

Aku ingin bercerita, tentang hal-hal yang dulu sering kita perbincangkan sembari memetik, kita duduk dianak tangga dengan sarung yang terpasang mengelilingi pundak, tempat kita menyimpan cengkeh-cengkeh yang sudah terlepas dari rantingnya. Baunya khas, harum. 

Aku ingat pernah menyebut astronot sebagai cita-citaku dulu, cita-cita yang terlalu muluk buat kita anak-anak desa yang bernaung dibawah bayang gunung Lompobattang, dan memang setelah tahu bahwa jadi astronot terasosiasi dengan matematika dan fisika, aku menciut. Kau tahu hubunganku dengan hal-hal berbau numerik tidak pernah baik, walaupun akhirnya takdir mempertemukanku dengan mereka di bangku kuliah. 

Pun setelah selesai aku tak pernah berkeinginan untuk melanjutkan bidang yang sama. Setelah astronot, aku menceritakan cita-cita lain kepadamu, keinginanku untuk bisa menapakkan kaki di benua lain, diluar Indonesia. Kau cuma cekikikan mendengarnya, karena kau tahu mendatangi ibu kota provinsi saja sudah merupakan prestasi luar biasa yang bisa diceritakan sampai berminggu-minggu lamanya kepada kawan-kawan yang lain. 

Akupun, dulunya menertawai diriku karena punya pikiran seperti itu, yang kusadari muncul karena kebiasaanku duduk berlama-lama di dalam perpustakaan sekolah kita semasa SD, perpustakaan yang hanya buka dua kali seminggu, perpustakaan yang berisi buku-buku lama, yang bahkan beberapa buku punya umur yang jauh lebih tua dariku. Meski demikian, entah mengapa aku suka berlama-lama disana, membaca majalah-majalah anak yang seringkali menceritakan dunia luar yang sama sekali tidak kukenal, dunia yang bahkan ketika aku berjalan-jalan ke ibukota provinsi tak bisa kubandingkan sama sekali kemegahannya. Basineng, kau sangat paham, bahwa sedikit banyak khayalanku berasal dari buku dan majalah tua di perpustakaan itu. 

Perlahan-lahan, seiring beranjaknya usia kita mendekati pubertas, cita-cita manis tentang dunia luar sedikit-demi sedikit mengabur, tergantikan dengan sensasi baru tentang rasa dan fantasi melankolis kisah romantis anak remaja. Kita sibuk membicarakan hal-hal tentang penampilan dan gadis-gadis mana saja di sekolah kita yang memiliki paras manis dan cantik, yang bisa diajak bertemu saat pasar malam. Kita sibuk merangkai kata-kata indah dan manis sebagai senjata andalan, yang sebenarnya hasil paraphrase dari kata-kata di internet yang kita akses lewat HP nokia tipe jadul. 

Dan ternyata, berhasil. Ketika pulang, kau sudah siap dengan selusin cerita tentang pengalamanmu di pasar malam, kau bercerita bagaimana kau berbicara lama dengan Irma, salah satu bunga desa dikampung. Walaupun aku tahu pasti yang kau maksud dengan berbicara adalah kau dan dia sejarak tiga meter, dimana kau sendiri dan Irma diapit oleh dua teman dekatnya, kalian berbicara hanya sepatah dua kata, dengan banyak jeda dan spasi. Jalan kita semakin mengambang, dibumbui dengan kenakalan-kenakalan khas anak kampung, cerita kita tentang cita-cita dan mimpi dimasa depan semakin jarang. 

Ketidakjelasan itu berlangsung hingga kita harus berpisah ketika masa SMA sudah terlewati, kau harus menetap dikampung dan mengurus kebun orang tuamu yang kecil. Dan aku, sedikit lebih beruntung karena masih bisa melanjutkan pendidikan di bangku kuliah. Aku tahu pasti, kau lebih pintar dariku, kau lebih sering menduduki rangking atas dibanding aku. Melihatmu harus tinggal mengurusi pohon cengkeh yang hanya beberapa di kebun belakang rumahmu membuatku sedih. 

Kau dengan ringannya berkata bahwa kita punya jalan masing-masing, bukan jenjang pendidikan yang membuat seseorang menjadi seutuhnya manusia, tapi bagaimana orang tersebut bisa terdidik dalam melewati setiap proses belajar adalah jalan untuk menjadi sesungguhnya manusia. Kau melanjutkan perkataanmu dengan sedikit berat, ketika kau kembali dan tidak mampu menjadi manusia terdidik, bukan sekedar terpelajar yang kumaksud, maka aku yang seorang petani cengkeh bisa saja lebih bernilai dari kau yang nantinya seorang sarjana. 

--- 

Adelaide, South Australia

Basineng, aku sedikit tergesa-gesa memasuki pintu pesawat, lamunanku tentang kisah sembilan tahun lalu membuatku tak begitu jelas mendengarkan panggilan keberangkatan dari microphone bandara. Dua pramugari menyambutku dengan tersenyum, entah itu senyum murni karena mereka memang suka tersenyum, atau karena itu sudah menjadi tugas mereka. Aku akan terbang ke benua tetangga Basineng, Australia. Kau mungkin tidak percaya, pun aku beberapa waktu lalu, tapi sepertinya Tuhan menjawab cekikikan akan ketidakmungkinan yang kita bicarakan di kebun cengkehmu bertahun-tahun lalu. 

Sepertinya Tuhan sedang menunjukkan kepada kita, hamba yang pernah meragukan kekuatan doa dan ketekunan, bahwa doa terkadang dikabulkan pada saat yang tidak disangka-sangka, walaupun doa tersebut hanya berupa percakapan ringan kala itu. Sekitar satu jam dua puluh menit kemudian aku akan mendarat di Bandara Ngurah Rai, Bali. Pemberhentian pertama sebelum perjalanan 6 jam menuju Melbourne, Australia, yang masih akan berlanjut sekitar empat puluh menit penerbangan ke Adelaide, South Australia. Tempat aku akan tinggal selama dua tahun, untuk melanjutkan pendidikan dijenjang magister. 


Oh iya, aku belum memberitahumu, September 2014 lalu aku sudah menyelesaikan sarjanaku. Lalu memberanikan diri belajar di Kampung Inggris Pare, Kediri sebulan setelahnya. Setelahnya, jatuh bangun aku berjuang agar bisa lulus beasiswa. Mewujudkan mimpi memang tidak pernah mudah Basineng, apalagi untuk kita anak desa yang tak punya modal banyak dari segi materi, hanya motivasi dan keinginan besar yang menyeretku sampai sejauh ini, dan Tuhan selalu punya jawaban atas doa yang terselip disetiap istirahat dalam berjuang. Aku lulus Basineng. 

Ini baru awal dari kisah-kisah yang akan kubagikan padamu, yang seharusnya sampai padamu 6 bulan lalu. Aku harap kau tak keberatan dengan keterlambatan yang terlampau terlambat ini. Aku akan menemuimu lagi, satu persatu akan kuceritakan, tentang kota dimana aku menuntut ilmu, dikelilingi suasana dan orang-orang yang asing, dengan budaya dan kebiasaan yang juga berbeda. Semoga kau masih disana menerima ceritaku ini. 

Dari kawanmu, yang terlampau lambat dalam memberi kabar.


Share: